Pengalaman Tambal Gigi di Tengah Pandemi

Tambalan gigiku yang sudah terpasang rapi dua tahun lalu, tiba-tiba lepas begitu saja. Entah apa penyebabnya, aku tak tau pasti. Yang jelas, dengan lepasnya tambalan itu, gigiku yang berlubang sudah tak ada perlindungan lagi. Lubangnya terlihat menganga dan rentan terselip sisa-sisa makanan. Jika lupa dibersihkan secara total, sisa-sisa makanan itu akan memicu bakteri  berkembang biak dengan sangat cepat. Dan sudah dipastikan, gigi yang berlubang itu akan menjadi sakit nyut-nyutan. 
Foto: helloSehat


Sebelum semua itu terjadi, aku pun segera bergegas menuju Puskesmas, keesokan hari. Sengaja aku berangkat jam tujuh pagi. Biar dapat nomor antrian pertama, pikirku. Jarak tempat tinggalku dengan Puskesmas kelurahan, sekira 10 menit perjalanan. Tanpa menggunakan moda transportasi apapun, alias jalan kaki. 

Sesampainya di depan Puskesmas, mataku berbinar girang melihat suasana halaman Puskesmas masih kosong pengunjung. Hanya ada dua satpam yang berjaga dan mempersilahkanku mengambil nomor antrian. 

"Nomor antrian pasien gigi sebelah mana ya pak?" , tanyaku ke salah seorang satpam.

"Oh, untuk poli gigi sudah lama tidak melayani tindakan mbak. Sejak ada korona. Mbaknya harus ke puskesmas tingkat kecamatan," jelas pak satpam dengan sopan.

Binar mataku yang semula cerah, mendadak redup karena kecewa. "Waduh, ini gigi berlubang kalau enggak segera ditangani, bisa jadi masalah serius," ujarku dalam hati.

Terus terang, aku dan suami pernah mengalami pengalaman yang bikin trauma terkait gigi berlubang. Bahkan, kasus gigi yang dialami suamiku menyebabkan bengkak dan berakhir dengan operasi kecil pencabutan gigi geraham karena granuloma mulai bertengger. Butuh waktu cukup lama untuk bolak balik ke dokter gigi. Jadi, menurutku wajar jika kekhawatiran muncul saat ini.

Booking Nomor Antrian di Puskesmas Kecamatan

Aku tak tau alamat puskesmas tingkat kecamatan yang dimaksud oleh pak satpam. Untung saja salah satu satpam yang bertugas hendak menuju Puskesmas kecamatan Matraman. Aku pun dibarengi untuk pergi kesana. Katanya, di puskesmas Matraman melayani tindakan tambal gigi. "Alhamdulillah, dipertemukan dengan orang baik," batinku bersyukur.

Sekira 15 menit perjalanan menggunakan sepeda motor, tibalah kami di puskesmas Matraman. Terlihat sudah banyak pasien yang duduk menunggu. Di depan pagar, ada empat orang satpam yang sedang berjaga dan menanyai setiap orang yang hendak masuk ke dalam area puskesmas. 

"Mau apa mbak?" tanya seorang satpam berbadan tinggi.
"Mau daftar periksa ke poli gigi pak," jawabku.
"Wah, kurang pagi mbak. Nomornya sudah habis. Setiap hari dibatasi hanya 20 pasien saja karena masih pandemi," jelas pak satpam.
"Kira-kira ambil nomor untuk besok, bisakah pak?" tanyaku.

Sembari berfikir sejenak, pak satpam menyuruhku masuk menuju loket pendaftaran. Di loket ini, aku diminta untuk menunjukkan kartu BPJS.

Selang dua menit, petugas loket mengatakan bahwa poli gigi sudah penuh hingga dua minggu kedepan. Katanya, jika mau antrian booking, akan dijadwalkan tanggal 15 November 2021. Itu berarti aku harus menunggu 14 hari untuk bisa mendapatkan pelayanan dari poli gigi. Waktu yang lama.

Tanpa berpikir panjang lagi, aku mengiyakan tawaran tersebut. "Tak apa menunggu lama, asal sudah ada kepastian untuk di periksa,"ujarku dalam hati.

Penantian 14 hari

Usai mendapatkan kode booking poli gigi. Aku pun pulang menggunakan angkot jurusan Kampung Melayu - Senen. Di tengah-tengah perjalanan, aku teringat jadwal vaksin kedua yang sempat tertunda karena sakit. Jadi, aku langsung mencari informasi jadwal vaksinasi. Melalui mesin pencarian google, akhirnya aku menemukan lokasi dan jadwal vaksin hari itu. 

Beruntung, lokasinya sejalan dengan angkot yang aku tumpangi. Yakni, GOR Matraman. Aku pun melakukan vaksin dosis kedua hari itu. Walau gagal untuk menambal gigi, setidaknya aku merasa lega sudah menuntaskan vaksin dosis kedua. Alhamdulillah.
_______
Penantian 14 hariku diwarnai dengan rasa tak nyaman saat makan. Aku tak bisa maksimal menggunakan gigi geraham bagian kanan. Karena akar masalah gigi berlubangku berada di sebelah gigi geraham, bagian kanan bawah.

Akhirnya, aku memutuskan untuk menggunakan gigi bagian kiri untuk mengunyah makananku. Karena jika bagian kanan yang aku gunakan, rasanya akan ngilu setengah mati. Dan masalah khusus yang selalu menjadi perhatianku adalah, membersihkan sisa-sisa makanan yang terselip di lubang gigi yang mengaga.

Meski hanya mengunyah memakai gigi sebelah kiri saja, sisa-sisa makanan masih saja tertinggal di lubang kanan. Pernah sekali ada biji cabe yang nyangkut. Duh, itu susahnya minta ampun buat ngambilnya. 

Jujur, sering merasa kesal saat penantian. Tapi, kekesalan itu aku redam sendiri. Sebagai penawar, aku berfikir hitung-hitungan secara materi. Jika aku malas menunggu untuk tambal gigi di puskesmas, bisa saja aku pergi ke praktek dokter gigi secara langsung. Tapi, aku harus merogoh uang lebih. Kisaran harga yang harus aku keluarkan untuk tindakan tambal gigi, sekira 400 ribu hingga 1 juta. Tergantung kwalitas bahan yang digunakan untuk menambal.

Sedangkan jika aku mau bersabar menunggu, tambal gigi yang akan aku jalani di puskesmas nanti, akan di cover penuh oleh BPJS. Bukan gratis yah teman-teman. BPJS ini asuransi kesehatan yang wajib dibayar juga setiap bulannya. Jadi, aku kurang setuju jika banyak yang bilang kalau berobat menggunakan BPJS ini terhitung gratis. 

Aku menjadi peserta BPJS sejak tahun 2014 sampai sekarang 2021. Dari rentan waktu tersebut, tercatat 1x berobat ke dokter umum, dan 1x berobat ke dokter gigi. Untuk kunjungan yang akan datang, akan tercatat ke daftar riwayat kunjungan kedua di poli gigi. 

Jika melihat riwayat kesehatan yang tercatat di BPJS, kesannya aku jarang sakit. Tapi sebenarnya, aku juga beberapa kali menyambangi dokter gigi diluar BPJS. Waktu itu menggunakan asuransi dari kantor suami dengan sistem reimbers. Selain itu, aku juga pernah memanfaatkan kupon hadiah yang diberikan temanku untuk scalling gigi. 

Balik lagi ke penantian 14 hari. Selama penantian, aku mulai mengubah pola makanku. Yang biasanya aku suka sayuran mentah sebagai salad dan lalapan, kini beralih ke sayuran matang. Tujuannya agar lebih lunak tekstur sayurnya, sehingga mudah untuk mengunyahnya. Untuk proteinnya, aku lebih sering memasak tahu dan telur. Menurutku, kedua protein tersebut sangat ramah untuk gigi. Tak perlu usaha berlebih untuk mengunyahnya. Buah-buahan pun lebih sering kujadikan jus. Biar langsung masuk ke perut tanpa harus mengunyah. He he he.

Selain urusan makanan, dalam penantian ini, aku juga lebih intens dalam membersihkan gigi. Salah satunya yakni sikat gigi dua kali sehari. Sebelum tidur, dan sesudah sarapan. Usai sikat gigi, tak lupa untuk berkumur menggunakan mouth wash. Kupilih yang kandungannya bebas alkohol. 

Alhamdulillah, dengan cara-cara seperti ceritaku tadi. Gigiku yang berlubang tidak berasa sakit selama penantian 14 hari. 

Oh ya, hampir lupa. Aku juga rajin membersihkan sela sela gigi menggunakan benang gigi atau dental floss.

Hari H (15 November 2021)

Akhirnya, hari yang kutunggu datang juga. Cukup mendebarkan. He he he

Sengaja aku berangkat dari rumah pukul 06:30 pagi. Saking semangatnya, sampai terbalik itu masker yang kupakai. Untung suami teliti ngeliat istrinya yang lagi nervous mau ketemu dokter gigi. Langsung sigap dia, betulin masker yg terbalik masangnya. 

Baiklah, perjalananku kali ini menggunakan jasa ojek online. Karena masih pagi, jalanan yang kulewati cukup lengang. Butuh waktu 10 menit saja untuk sampai di puskesmas Matraman. 

Sesampainya di depan Puskesmas, terlihat ada empat orang satpam yang berjaga. Salah seorang diantaranya menghampiriku sembari bertanya akan keperluanku.

Aku pun mengutarakan niatku untuk periksa gigi. Tapi, satpam tersebut berkata bahwa jatah pasien sudah habis dan aku disuruh pulang. 

"Sudah habis untuk gigi, silahkan pulang dan kembali lagi besok," kata satpam.

"Loh, pak. Saya sudah booking dua Minggu lalu", kataku.

"Oh, sudah booking. Mana liat bukti kertas booking-nya?" tanya satpam tersebut sedikit menyelidik.

Jujur, aku sempat kesal dengan sikap satpam yang tak bersahabat itu. Harusnya dia lebih ramah kepada pasien yang datang. Ramah seperti satpam yang dua minggu lalu menanyaiku. Entah kemana pak satpam yang ramah waktu itu. Aku tak melihatnya hari ini.

Tanpa banyak bicara lagi, langsung kuserahkan selembar kertas bukti booking yang kudapat dua pekan lalu. ( Aku sampai tak sempat mengambil foto kertas booking itu)

Usai melihat kertas booking tersebut, sikap satpam mulai melunak dan mempersilakanku untuk menunggu nomor antrian.

Di dalam halaman Puskesmas, terlihat sudah banyak pasien yang mengantri. Padahal masih pukul 07;15 pagi. 

Setiap harinya, pasien dibatasi hanya 20 orang untuk poli gigi. Dan aku mendapatkan nomor antrian 16. Pemeriksaan gigi dilakukan di ruang poli gigi lantai 3. Ada tiga orang dokter gigi dan satu spesialis bedah mulut.

Ruangannya cukup luas dan sangat bersih. Sebelum masuk ke ruang tindakan, setiap pasien di screening terlebih dahulu. Dimulai dari cek suhu tubuh, timbang badan, riwayat penyakit, hingga tes swab antigen. 

Sejak pandemi, segala tindakan di poli gigi wajib dilakukan tes antigen terlebih dahulu. Karena segala tindakan yang berhubungan dengan gigi dan mulut sangat rentan terhadap penularan virus covid- 19. Jadi sebagai seorang pasien, kita harus ikhlas mengikuti protokol kesehatan yang sudah ditetapkan.

Terus terang, tes swab antigen itu bikin hidung pengar hingga sakit. Rasanya tak nyaman sekali. Sampai-sampai air mata meleleh sendiri. 

Tapi yah mau gimana lagi, prosedurnya memang seperti itu. Walau sudah vaksin lengkap, tes antigen tetap diwajibkan sebelum melakukan tindakan di poli gigi. 

Baiklah tak apa-apa, demi kebaikan bersama, kita saling jaga.
_____
Usai tes antigen selesai dan aku dinyatakan negatif, tindakan pun segera dimulai. Perawat gigi mulai mengenakanku jubah medis lengan panjang. Sedangkan dokter gigi yang akan merawatku menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) lengkap. 

Dokter gigi mulai menyuruhku berkumur dengan cairan antiseptik berwarna coklat kemerahan.  Aromanya seperti Betadine obat kumur.

Usai berkumur, dokter pun mulai memeriksa dan membersihkan gigiku yang berlubang. Kata dokter, masih ada sisa sedikit tambalan dua tahun lalu. Sisa tambalan tersebut, dibongkar dan dibersihkan dengan baik. Dalam prosesnya, aku tak merasakan sakit maupun ngilu. Benar-benar nyaman.

Setelah gigi yang berlubang bersih, dokter menyarankan untuk dilakukan tambal permanen langsung. Karena gigiku tidak ada keluhan sakit sama sekali, jadi siap untuk ditambal permanen.

Dalam proses penambalan gigiku, dokter dan perawat melakukan tindakan dengan sangat lembut dan hati-hati. Sehingga, aku merasa nyaman dan aman. Menurutku, sikap dan pelayanan dokter dan perawat di Puskesmas Matraman ini sangat bagus. Jika boleh memberikan rating, aku mau kasih rating 9 dari 10. 

Sayangnya di puskesmas Matraman tidak diperkenankan untuk mengambil foto. Jadinya, aku hanya bisa bercerita melalui tulisan tanpa kenangan foto yang berkesan. Tapi tak apalah, semoga dengan tulisan ini cukup untuk menceritakan pengalamanku tambal gigi saat pandemi.

Oh ya, waktu yang dibutuhkan untuk tindakan gigiku kurang lebih 15 menit. Dimulai dari screening, tes antigen, sampai tindakan tambal gigi selesai. Dokter berpesan, usai tambal gigi, tak boleh makan apapun selama satu jam. Dan untuk 1x24 jam, gigi yang baru saja ditambal, tidak dipakai untuk mengunyah dulu. 

Baiklah Bu dokter, aku akan patuhi perintah dokter. Terima kasih telah merawat gigiku.

Stay safe and healthy for all 💖



















Komentar