Jelajah Gizi, Aksi Nyata Wujudkan Ketahanan Pangan (Part 2) Jalan-jalan Edukatif

Hangat Sang Surya mulai menerobos jendela kamar hotel tempatku menginap. Aku yang terbangun sedari subuh, sudah bersiap menyambut hari kedua Jelajah Gizi Bogor. Diawali dengan sarapan sehat di restoran hotel, aku mulai memilih menu healthy diet seperti yang dipaparkan Prof. Ahmad saat talkshow di hari pertama. Meski semua menu yang disajikan terlihat lezat dan beragam, aku harus bisa mengendalikan nafsuku untuk tidak menyantap semuanya.
Well, inilah isi piringku pagi ini. Sebelumnya, aku sudah mengambil segelas air mineral yang kucampur dengan madu sebagai appetizer. Setelah itu, barulah aku mengambil main course kentang goreng, sayur buncis, dan telur omlet. Untuk minumannya, aku lebih memilih meracik secangkir kopi dengan susu segar non sugar.

Bukannya berlagak sok bule yah menunya. Cuma, aku mempertimbangkan dengan jadwal kegiatan Jelajah Gizi di hari kedua yang akan mengunjungi Warung Anak Sehat (WAS) sebagai destinasi pertama. Oleh karenanya, pasti bakalan ada banyak makanan lagi di WAS. So, sisakan ruang kosong di perut donk.
Keceriaan Peserta Jelajah Gizi
di dalam mobil.
Foto:Dokpri

Tepat pukul 8 pagi, rombongan Jelajah Gizi sudah On The Way (OTW) menuju destinasi pertama yakni SD Dewi Sartika 3 Bogor. Di sini ada sebuah warung yang menjual aneka jajanan sehat untuk para siswa. Warung Anak Sehat (WAS) namanya.

Mengenal Warung Anak Sehat (WAS)

Di setiap sekolah pastilah memiliki sebuah kantin yang menyediakan aneka makanan untuk para siswa. Namun, tak semua sekolah memiliki kantin yang  menjual aneka jajanan sehat dan bergizi. Banyaknya jajanan sekolah yang terlihat menarik bagi siswa, sebagian besar belum tentu memiliki standar gizi yang benar. Bahkan tak sedikit pula aneka jajanan yang menarik tersebut sudah tercampur dengan beragam zat berbahaya bagi kesehatan seperti: zat pengawet, pewarna sintetis, vetsin, dan juga pemanis buatan.

Melihat fenomena yang cukup memprihatinkan tersebut, Nutricia Sarihusada tergugah untuk menciptakan pendampingan dan edukasi bagi Ibu kantin di sekolah-sekolah. Program sosial ini diberi nama Warung Anak Sehat (WAS)  yang pertama kali dimulai pada tahun 2011. Sampai saat ini, edukasi yang diberikan sudah menjangkau 446 sekolah dasar yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia seperti:  Bogor, Bandung, Yogyakarta, dan Ambon. Sedangkan Ibu Warung Anak Sehat (IWAS)  yang dibina sudah mencapai 350 orang.

WAS SD Dewi Sartika 3 Bogor
Foto: @aida_dharma87
Dalam kunjungan Jelajah Gizi hari kedua ini, kami diajak melihat secara langsung WAS yang ada di SDN Dewi Sartika 3 Bogor. Kedatangan kami disambut para siswa dengan suka cita sembari menyanyikan lagu daerah. Aku pun semakin antusias untuk mengenal apa itu WAS yang membuat anak-anak terlihat begitu sehat dan bersemangat.
Ibu Nur Dahnia
Kepala SD Dewi Sartika 3
Menurut Ibu Nur Dahnia, selaku Kepala SDN Dewi Sartika 3, pencapaian WAS di sekolah ini memakan waktu yang tak sebentar. Dibutuhkan kesabaran untuk mengarahkan anak-anak dalam memilih jajanan sehat. Apalagi di luar sekolah terdapat banyak sekali pedagang makanan yang begitu menarik perhatian anak-anak.

Oleh karenanya, guru -guru disini juga memberikan edukasi pada siswa untuk mengenal dan membedakan antara jajanan sehat dan jajanan yang kurang sehat. Dengan demikian, anak-anak akan memiliki kesadaran gizi sejak dini. Sedangkan untuk konsep WAS, lebih mengedepankan kebersihan, kesehatan, keamanan bahan baku, rasa yang enak dan bergizi.

Sementara untuk IWAS SDN Dewi Sartika 3, kami dikenalkan dengan Ibu Nur Komalasari. Ia menjelaskan tentang tantangan membuat jajanan yang bergizi dan tetap menarik bagi anak-anak. Baginya, bergabung di IWAS membuatnya semakin faham seputar makanan sehat dan pengolahannya. Sehingga, aneka kreasi jajanan sehat pun bisa terhidang dengan sangat menarik.
IWAS, Ibu Nur Komalasari
(Foto: @aida_dharma87)
Benar saja, aku yang sudah bukan anak-anak lagi, sangat tertarik dengan aneka jajanan yang dijual di WAS SDN Dewi Sartika 3. Tak menunggu lama, sebuah croissant singkong sudah kucomot duluan, hehehe udah gak tahan pengennya.
Croissant Singkong
Foto: @aida_dharma87

Sedangkan untuk harga makanan di WAS ini cukuplah murah dan sesuai dengan uang saku siswa. Seperti aneka jus buah dan puding ubi dihargai Rp2000, sedangkan untuk jajanan yang lain pun berkisar di harga Rp1000-Rp3500.

Dengan adanya program WAS di sekolah-sekolah, diharapkan mampu menumbuhkan generasi penerus bangsa yang sehat, cerdas, dan maju. Semoga Nutricia Sarihusada bisa terus mengembangkan WAS secara luas sampai ke seluruh wilayah di Indonesia.
Aneka jajanan di WAS
(Foto:@aida_dharma87)

Perkebunan Talas di Kampung Situ Gede
Untuk destinasi kedua, para petualang Jelajah Gizi diajak untuk melihat secara langsung proses pengolahan potensi pangan lokal di Kampung Situ Gede. Awalnya aku tak mengira bakalan ada perkebunan di tengah-tengah rumah penduduk. Sampai akhirnya, aku melihat sendiri sebuah perkebunan talas yang membentang luas di tengah-tengah rumah warga.

Kampung Situ Gede merupakan perkampungan yang memiliki lahan perkebunan talas di tengah kota yang sudah turun-temurun. Tak hanya memiliki lahan perkebunan talas saja, kampung ini juga mengolah talas menjadi beragam bentuk penganan yang inovatif. Di sini, para peserta Jelajah Gizi akan dijelaskan langsung cara menanam , perawatan, panen, hingga pengolahannya.
Menurut Pak Abidin, perwakilan dari Kelompok Tani Dewasa (KTD), di Situ Gede ada beberapa jenis talas yang dibudidayakan yakni Talas Taiwan, Talas Bentoel yaitu disebut juga Talas Bogor. Sedangkan Talas Bogor sendiri juga ada dua jenis yaitu Talas Ungu dan Talas Hijau. Wah, banyak juga ya ternyata. Aku taunya hanya talas Bogor saja.

Siang itu kami disuguhi talas kukus dari tiga jenis talas yang ada di Situ Gede. Rasanya memang berbeda antara talas yang satu dengan talas yang lain. Yang jelas, jenis talas Bogor memiliki tekstur yang lebih pulen. Sangat cocok dihidangkan saat hangat beserta kelapa parut yang gurih.

Tak hanya talas kukus saja, ada sayur lompong yang lezat sekali. Sayur lompong menggunakan batang  pohon talas yang masih muda. Dimasak bersama bumbu-bumbu, sehingga menghasilkan olahan sayur yang lezat menemani santap siang para peserta Jelajah Gizi.

Usai makan siang, kami diberikan challenge oleh Bu Tuty selaku Interfave EO Nutricia Sarihusada, untuk mengolah talas menjadi makanan bernama "Gemblong Talas". Wow, aku baru pertama kali mendengar gemblong dari talas. Setau aku, bahan dasar dari kue gemblong adalah ketan. Tapi kali ini bukan ketan bahan utamanya, melainkan talas. Wajah, seperti apa ya kira-kira?

Challenge Memasak Gemblong Talas
Untuk challenge kali ini, tim yang sebelumnya telah dibagi menjadi empat kelompok ini, akan beradu kepiawaian dalam mengolah pangan lokal menjadi satu menu yang belum pernah kami ketahui sebelumnya.

Berbahan dasar talas, kami akan membuat Gemblong Talas yang konon katanya memiliki cita rasa yang sangat lezat. Talas yang sudah terlebih dahulu dikukus, akan dimasak bersamaan dengan karamel yang legit.

Terus terang, momen ini adalah pengalaman pertamaku dalam membuat karamel yang berbahan dasar gula merah dan gula putih. Melalui kerjasama yang solid, tim oregano yang beranggotakan lima orang, berbagi tugas dalam pembuatan kue gemblong, menghias, sekaligus membuat foto dan video yang nantinya akan kami abadikan di akun Instagram masing-masing.

Finally, inilah hasil dari kerjasama kelompok kami, taraaa "Gemblong Talas ala Oregano" Ehem,,,suit,suit,,manis legit kayak kita donk hasilnya.

Kampung Wisata Tani yang Menginspirasi

Usai ber-challenge ria, para peserta Jelajah Gizi melanjutkan perjalanan menuju Kampung Wisata Tani untuk melihat sebuah desa dimana warganya memanfaatkan lahan yang ada disekitarnya untuk menanam berbagai macam jenis tanaman seperti singkong, pepaya, hingga pala.

Nah, di desa Buntar, ada sebuah kelompok Ibu-ibu yang berinovasi mengolah hasil pangan lokal dari buah pala, menjadi beragam penganan yang dapat meningkatkan perekonomian masyarakat setempat. Jadi, pala yang biasanya kita kenal sebagai bumbu masakan sup maupun semur ini, ternyata bisa juga diolah menjadi aneka olahan pangan yang bernilai jual.
Peserta Jelajah Gizi sedang
Mencicipi aneka olahan Pala
Foto: Tim Jelajah Gizi

Kelompok Wanita Terpadu (KWT) desa Buntar, sudah mengolah aneka produk dari buah pala sejak 2015. Ketua KWT, Ibu Nur menceritakan tentang daging buah pala yang awalnya terbuang menjadi sampah, berhasil diolah menjadi beragam penganan seperti: manisan, permen, sirup, jus, hingga teh.
Aneka olahan Pala
(Foto:@aida_dharma87)

Awalnya, Bu Nur hanya membuat manisan basah dari daging buah pala saja. Kini, ia telah dibantu oleh Ibu-ibu rumah tangga desa Buntar untuk membuat olahan dari daging buah pala lainnya. Sehingga, seluruh bagian dari buah pala tak ada yang terbuang sia-sia. Aneka olahan buah pala dari KWT, saat ini sudah dipasarkan secara online maupun offline di supermarket dan di toko oleh-oleh khas Bogor dengan merk Mysari.
Buah Pala
(Foto:@aida_dharma87
Menurut Prof.Ir Ahmad Sulaeman, MS, PhD selaku Pakar Gizi dan Keamanan Pangan Institut Pertanian Bogor menjelaskan tentang manfaat buah pala yang mampu membuat rileks karena mengandung senyawa Miristisin.
"Minyak Atsiri Miristisin yang dimiliki oleh buah pala mampu membuat siapa saja yang mengonsumsinya akan merasa santai, tenang, dan lebih rileks, sehingga sangat cocok sekali dikonsumsi ketika kita merasa pusing, lelah, ataupun sulit tidur. Seluruh bagian dari buah pala, mulai dari biji, daging, hingga kulit merah yang menempel pada biji pala pun memberikan manfaat yang serupa," jelas Prof.Ahmad.
Sari Buah Pala Mysari
Foto: @aida_dharma87
Penjelasan dari Prof.Ahmad langsung aku buktikan donk. Satu botol minuman dingin sari pala yang dihidangkan oleh KWT, langsung kuminum. Dan benar saja, selang beberapa menit, tubuhku yang sebelumnya capek dan sedikit pusing karena perjalanan yang berliku tadi, berangsur hilang dan kembali segar.
Renggining
(Foto:@aida_dharma87)
Oh ya, di desa Buntar juga ada makanan unik bernama 'Renggining', bukan 'Rengginang' yah. Renggining terbuat dari campuran tepung singkong dan tepung beras yang sudah dibumbui dengan bawang putih dan garam. Sedangkan Rengginang, terbuat dari beras ketan.

Soto Kuning Pak Yusup (Pake P yah, bukan F)
Soto Kuning Pak Yusup
(Foto: Tim Jelajah Gizi)

Perjalanan dari desa Buntar yang memakan waktu kurang lebih satu jam ini, membuat perutku mengeluarkan sinyal lapar. Nah, kebetulan sekali dalam rundown kegiatan hari kedua, para peserta dijadwalkan dinner  di Soto Kuning Pak Yusup, pakai P bukan F yah. Karena di Suryakencana, ada juga Soto Kuning M.Yusuf.

Kedai Soto Kuning Pak Yusup sudah ada sejak tahun 90 an loh. Rasanya yang lezat, membuatnya tak pernah sepi pengunjung. Pembeli yang datang akan disambut dengan aneka isian soto yang menggiurkan. Ada daging, paru, limpa, usus, babat, kikil, dan juga perkedel kentang. Waah, semuanya terlihat lezat.
Soto Kuning
Pak Yusup
@aida_dharma87
Meski demikian, aku tak boleh kalap dan harus bisa mengendalikan nafsu makanku lagi. Langsung saja kucomot dua potong daging dan kikil plus perkedel kentang. Keserakahan mangkokku untuk disiram dengan kuah kuning kental yang aromanya begitu sedap.
Sebuah perpaduan yang sempurna, ketika potongan daging bertemu dengan kuah kental yang kaya akan rempah. Benar-benar gurih dan lezat. Aku sampai tak menengok kanan kiri begitu menyantap Soto Kuning yang masih hangat ini. Oh ya, untuk harganya, Soto Kuning Pak Yusup ini dihitung sesuai dengan isian yang dipilih. Per potongnya di hargai Rp11.000 saja, sedangkan untuk Nasi putih dihargai Rp5000. Harga yang tergolong wajar dan sepadan dengan kenikmatannya.

Sate Sumsum Pak Oo, Sate Legendaris Turun-temurun

Ditengah-tengah kekhusyukanku menikmati soto, tiba-tiba Bu Tuti datang secara mendadak dengan membawa beberapa bungkus Sate Sumsum Pak Oo. Wah, senangnya bisa menikmati dua kuliner secara bersamaan begini.

Kedai Sate Sapi Pak Oo. Nama dari sate sapi ini berasal dari laki-laki yang pertama kali mendirikan usaha sate tersebut sejak 1965 di kawasan Suryakencana Bogor. Sampai saat ini racikannya dipegang teguh oleh cucunya yang merupakan generasi ketiga bernama Saparudin.
Sate Sumsum Pak Oo
@aida_dharma87
Kedai Sate ini menawarkan sate yang terbuat dari usus dan ginjal sapi. Ada juga sate daging sapi yang ditengah-tengahnya divariasikan dengan sepotong sumsum sapi. Untuk rasanya, tak perlu diragukan lagi kelezatannya. Dagingnya empuk banget, bumbunya meresap sempurna. Apalagi dipadukan dengan sambal kacang yang gurih. Sebuah kelezatan paripurna menurutku.

Oh ya, perjalanan kami dalam Jelajah Gizi selama 3 hari 2 malam, ditemani oleh Prof.Ahmad terus loh. Jadi, wisata kuliner kami bukan sekadar wisata kuliner biasa. Karena Prof.Ahmad dengan sabar menjelaskan tentang kandungan nutrisi dan gizi yang terkandung dalam setiap makanan yang kami makan.
(Foto: Team Jelajah Gizi)
Malam ini, kami juga dijelaskan oleh Prof.Ahmad tentang kandungan lemak, protein, karbohidrat, dan juga kolesterol yang ada pada Soto Kuning dan Sate Sumsum. Menurut Prof.Ahmad, "Tak ada makanan yang salah, yang penting tetap bisa mengendalikan nafsu dan juga mengimbanginya dengan makanan lain seperti minuman cincau yang kaya akan serat. Jadi lemak yang kita makan akan diseimbangkan dengan serat pada cincau yang sifatnya mendinginkan," jelas Prof.Ahmad.
Foto: Team Jelajah Gizi
Usai dinner di kawasan Suryakencana, para peserta Jelajah Gizi menuju destinasi yang sangat dirindukan, yakni hotel donk. Mandi air anget, dilanjutkan dengan mendayung pulau impian. Sampai jumpa di hari ketiga yang mendebarkan.

Jelajah Gizi Day 3



Komentar

  1. Sebenarnya, bukan seberapa banyak kita makan? Tapi apa saja yg sdh kita makan, dan berapa kadarnya?
    Yg hrs dikendalikan itu karbo dan lemak. Kalo viber masih larut dalam air, jika berlebih akan terbuang lewat urin.
    Lemak sendiri, kalo aktifitas lita banyak, ga papa sih. Akan terbakar dgn sendirinya. Apa lh diimbangi sayur dan buah yg banyak. Plus air putih tentunya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yups, setuju Kak. Salah satu konsep dari Healthy Diet nih. Balance antara serat, lemak, Karbo, dan disesuaikan dengan aktivitas orang tersebut. Karbo pun tak hanya berasal dari Nasi saja. Kak Manda sebagai praktisi no rice sudah mempraktekkan sumber karbohidrat lain kan kak?

      Hapus
  2. Talas mengingatkanku dengan kakek nenek di kampung yang senang sekali menanam ubi ubian yang disebut " sundo " ini di Purworejo.

    Mengapa kakek dan nenek sangat suka Sundo? Sundo/talas ini sangat banyak seratnya, hal itu yang membuat kita yang melahap Sundo hanya 3 irisan saja sudah bisa kenyang hingga waktu makan siang tiba. Biasanya Sundo ini selalu jadi andalan kakek nenek sebelum berangkat ke sawah/ke pasar. Wow, paten sekali 😁👌

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sundo (Purworejo) atau Talas, tinggi karbohidratnya. Seratnya pun demikian. Jadi sumber energi untuk beraktivitas. Btw, kalau Kakek dan Neneknya suka Sundo, apakabar cucunya? Apakah cucunya juga suka Sundo? Heheh

      Hapus
    2. Hmmmmmmmm dengan tentu aku suka, cukup di rebus sampai matang dan langsung lahap saja aku suka banget. Kalau aku kompare sundo vs tela, 9 untuk sundo dan 8 untuk tela 😆 Mudah-mudahan event tahunan ini masih continue tuk kedepannya, dan tentunya di tempat yang selalu berbeda, agar yang belum tahu banyak seperti aku bisa banyak tau dari blogger 🤗

      Hapus
    3. Serat dan karbonya dah masuk. Proteinnya hrs ikutan biar komplit.
      Nangis proteinny di cuekin

      Hapus
    4. Wiih suka juga ternyata. Padahal tak sedikit generasi Millenial yang suka makanan lokal loh, saluuut. Klo menurut kakak, kira2 daerah mana yang punya daya tarik untuk dikunjungi Jelajah Gizi?

      Hapus
    5. Halo kak @amanda btw aku juga sering sih makan talas + minum susu murni 😂 alhamdulillah rasanya nikmat sekaliiiiii

      Hapus
    6. Daerah mana yang punya daya tarik untuk di kunjungi Jelajah Gizi? Menurutku yang sangat menarik untuk Jelajah Gizi berikutnya adalah Desa Wisata Somongari Purworejo.

      Mengapa demikian?

      Karena Somongari merupakan desa kelahiran W.R Soepratman yang kaya akan durian dan manggis, desa tersebut merupakan sentral pengolahan kulit manggis di Purworejo. Selain Manggis dan Durian, juga ada banyak wisata alam yang amat indah, yaitu Air Terjun/Curug Si langit 😁

      Hapus
    7. Wah,,, sepertinya menarik sekali untuk dikunjungi kak. Semoga di tahun depan Jelajah Gizi bisa berpetualang kesana ya kak.

      Hapus
  3. Membaca tulisan ini membuatku terinspirasi tau. Klo jalan2 kudu ada edukasi kayak gini. Jadi gak sekedar jalan2 doank

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya pun demikian kak. Terinspirasi banget di Jelajah Gizi. Banyak yg tak saya ketahui ternyata heheh.

      Hapus
    2. Itu olahan buah pala boleh juga tuh buat insomnia. Sayang sekali di daerahku gak ada pohon pala

      Hapus
    3. Biji pala juga bisa kak buat insomnia. Kata Prof.Ahmad, semua bagian dari pala memiliki khasiat yang sama kak.

      Hapus
  4. Kok ya baca artikel ini malam-malam jadi laper.. Hehe.. Semoga di kantin-kantin sekolah lainnya juga ada edukasi semacam ini yaa mba..

    Yang bikin aku ngiler banget tuh talas gemblongnya. Hmmm penasaran. Pasti enak!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Dyah, semoga program Warung Anak Sehat ini bisa menyentuh semua sekolah yang ada di Indonesia.

      Hehhe Gemblong Talas emang enak banget Dyah , tak cukup satu deh pokoknya ^^

      Hapus
  5. seru sekali perjalanan Jelajah Gizinya. Dapet ilmu tapi juga merasakan kuliner kuliner sedap di Bogor :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yuups bener banget Kak,, semoga tulisannya bermanfaat yah

      Hapus
    2. Yuups bener banget kak,,,yuuk tahun ikutan challenge nya kak. Pantengin terus IG Nutrisi Untuk Bangsa (NUB) yah. Karena akan banyak informasi menarik yang sayang jika dilewatkan.

      Hapus
  6. Acara jelajah gizi emang seru bisa menikmati kuliner dan oleh oleh kota bogor, salah satunya adalah talas bogor yang bisa buat camilan talas kasih kelapa, dan batangnya bisa disayur lodeh ... hmm nikmatnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Seru dan penuh edukasi kak. Kalau ingat talas Bogor, bawaannya pengen balik ke Bogor Kak,heheheh.

      Hapus
  7. Segala program yg mengajak masyarakat untuk mewujudkan ketahanan pangan tentu harus menjadi pemerintah pusat selaku pelaksana nasional... Mengingat asing mulai berproduksi di nusantara sehingga bnyk org yg cenderung konsumtif

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aksi kita dalam kehidupan sehari-hari bisa memperkuat ketahanan pangan kak. Minimal dalam keluarga sendiri. Kalau cakupan secara luas, memang itu kewajiban pemerintah. Tapi faktanya, belum bisa secara menyentuh secara keseluruhan Indonesia. Jadi dibutuhkan aksi individu yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan dan ketahanan pangan. Meskipun cakupannya belum luas.

      Hapus
  8. wisata edukasi merupakan terobosan baru dari bentuk kepedulian pemerintah untuk mengembangkan usaha mikro kecil yang dimiliki oleh masyarakat penduduk sekitar objek pariwisata , sehingga banyak wisatawan asing yang tertarik untuk belajar kearifan lokal dengan sering terjadinya interaksi dengan pelancong penduduk lokal banyak belajar Kursus Bahasa Inggris Bisnis agar usaha mereka terus berkembang .

    BalasHapus

Posting Komentar