Pengalaman Pertamaku Jalani Terapi Al Fashdu

Schedule yang padat pada pertengahan bulan November hingga akhir Desember, membuat tubuhku mulai mengeluarkan sinyal kelelahan. Beragam keluhan mulai aku rasakan. Mulai dari badan berasa pegal-pegal, sakit pinggang, hingga munculnya jerawat yang kian meradang. Semua keluhan yang aku rasakan merupakan fenomena yang wajar. Mengingat kesibukan dan pola makan yang bisa dikatakan ngawur ketika traveling. So' aku pun pasrah menerima konsekuensi dari kekhilafan ini.

Kendati demikian, sinyal tubuh yang tak mengenakan ini tak boleh aku biarkan bertengger terlalu lama. Harus segera disingkirkan agar tetap bugar menjalani rutinitas. Biasanya, ketika tubuhku mulai berasa protes kayak gini, aku larinya ke terapi bekam sih. Sebuah terapi yang biasa dilakukan oleh Rasulullah SAW (Thibbun Nabawi). Metode yang digunakan dalam bekam ialah dengan cara pemvakuman pada kulit di titik-titik tertentu,  kemudian dikeluarkan darahnya  menggunakan lanset. Darah yang keluar melalui pembuluh darah kapiler ini, biasanya kental dan berwarna gelap. Darah kental (statis) dalam tubuh manusia yang dikeluarkan, disinyalir sebagai darah kotor yang mengandung toksin. So' tak heran jika usai melakukan terapi bekam, badanku berasa enakan gitu.

"Ya, saat ini aku butuh banget di bekam," fikirku.
"Tapi, siapa coba yang bisa aku hubungi untuk menerapiku?,"
Ilustrasi pengambilan darah
(Foto: Istimewa)

Finally, pertanyaanku pun mendapatkan jawabannya, melalui sebuah pertemuan yang tak direncanakan dengan salah seorang teman baikku yang juga menjadi tetanggaku ketika aku tinggal di Astapada, Jombang. Yeah, inilah Bu Nur Aini, aku biasa memanggilnya Bu Nur. Sebuah panggilan akrab yang sudah melekat sedari dulu. Masya ALLAH, seneng banget hati ini bisa bertemu kembali, entah sudah berapa purnama kita tak berjumpa? "Aku gak bisa ngitung loh."

Dari pertemuan inilah, Bu Nur mengenalkanku pada terapi Al Fashdu. Sebuah terapi klasik yang sama-sama bersumber dari Thibbun Nabawi seperti Bekam. "Wuih,, cocok nih, sedari tadi aku udah mendambakan di bekam," batinku.

Bu Nur bilang, kalau Al Fashdu ini intinya mengeluarkan darah kotor yang mengandung penyakit, sama seperti bekam. Tapi, metode yang dilakukan memiliki perbedaan. Dalam Al Fasdhu, darah yang dikeluarkan yakni melalui pembuluh darah vena atau arteri. Sedangkan pada bekam, melalui pembuluh darah kapiler pada kulit.

Peralatan yang digunakan pun berbeda. Pada Bekam, alat yang dipakai antara lain kop untuk vakum, tisu, minyak zaitun, dan lanset. Sedangkan pada Al Fashdu, menggunakan jarum yang biasa dipakai untuk infus (abocath).

 Anyway, saatnya telah tiba untuk menjalani terapi. Awalnya sih agak ngeri gitu pas lihat jarum infus yang terbilang cukup gede. Untungnya aku berhasil mensugesti diri sendiri dengan cara membayangkan hal-hal indah seperti shopping bareng suami,,,ups!

Sebelum jarum mulai ditusukkan ke pembuluh vena, aku disuruh menarik nafas dalam, namun pelan-pelan. Hal ini dilakukan tak lain untuk membuat sinyal tubuh lebih rileks, sehingga tak merasakan sakit berlebih ketika jarum mulai menembus si vena. Sekilas, aku teringat pada proses donor darah. Dulu, aku pernah melakukan donor, kira-kira rasanya yah seperti di Fashdu. Bedanya, dalam donor, darah yang keluar langsung ditampung dalam sebuah kantong yang terhubung dengan kateter. Sedangkan untuk Al Fashdu, darah dibiarkan ngucur deras dan ditampung dalam sebuah bejana.

Selama proses Fashdu berlangsung, aku tak mengalami keluhan apa pun. Meski darah mulai membanjiri bejana. Rasanya biasa saja, kecuali sedikit nyeri pada bagian yang tertancap jarum. Hal yang sangat wajar donk. Jadi, aku menjalani dan menikmati prosesnya sampai selesai.

Darah yang keluar dan tertampung dalam bejana terlihat memiliki warna yang berbeda seperti, merah gelap,merah terang, merah seperti ada minyaknya, hingga gumpalan darah yang ada pada dasar bejana.

Menurut Bu Nur, darah yang keluar tersebut merupakan darah kotor yang penuh toksin. Ada juga darah yang terlihat ada minyaknya, darah tersebut disinyalir mengandung kolesterol jahat, Low Dencity Lipoprotein (LDL). Hemm , kalau difikir secara logika, cocok sih sama makanan berlemak dan berminyak yang telah aku konsumsi saat traveling. Inilah yang bikin badan berasa banget pegelnya.

Setelah kurang lebih 15 menit, terapi pun selesai. Jarum yang menancap mulai dicabut dan dibuang. Bekas tusukannya, langsung di kasih alkohol dan di plester rapi. Alhamdulillah, lega rasanya. Terus terang, usai melakukan terapi, aku belum merasakan perubahan yang signifikan di tubuhku. Namun, perubahan itu aku rasakan keesokan harinya usai bangun tidur. Badan berasa fresh dan siap menjalani rutinitas.

Oh ya, untuk tarif dari terapi Al Fashdu ini, Bu Nur tidak mematok tarif khusus. Ia hanya membedakan saja antara biaya transportasi dan biaya terapi yang 'seikhlasnya'.  Kata 'seikhlasnya' disini mengacu pada terapi yang bersamaan dengan kegiatan bakti sosial dan juga Al Fashdu massal. Jadi, kalau pesertanya banyak dan diterapi secara massal, tarif seikhlasnya mulai diberlakukan. Menurut Bu Nur, rata-rata pasien memberi kisaran 80 ribu per orang.

So' buat teman-teman yang berada di Jombang dan sekitarnya, kalau lagi pegal-pegal atau ada keluarganya yang sedang sakit, terapi Al Fasdhu bisa menjadi pilihan alternatif untuk menuju kesembuhan. Buat yang mau tanya-tanya dulu atau konsultasi, boleh banget loh. Teman-teman tinggal call/wa di nomor ini ya ^^
Sehat itu sebenarnya murah, yang mahal itu sakit. Jadi, mulai sekarang, tak ada salahnya jika kita memulai untuk mengubah pola hidup menjadi lebih sehat.






Komentar