Sebuah puisi dari muslimah yang sedang berjuang di negeri tetangga(TKW). Dalam segala keterbatasannya, ia masih teguh memegang keyakinan. Meski terkoyak mahkotanya, ia tetap enggan untuk melepas hijab yang setia menjadi tabir kesuciannya.
Kerinduan akan kakaknya, seperti tarian indah di atas gurun. Meski perih, dia merasa bahagia dalam kerinduan.
Menuju Hakiki
Aku berlari bersama bulir suci
Menuju fana yang kian menyesakkan hati
Berteriak lantang meski tak terpatri
Bahkan angin pun mencampakkanku dalam sepi
Kaki ini terus berlari dan menapaki
Menerjang semak belukar yang penuh duri
Meski sakit tak terperih
Aku terus melaju pada nurani
Mencari dan terus mencari jati diri
Sejenak aku bertanya pada mentari
Dimanakah singgasana Illahi Rabbi
Lagi-lagi , raja siang itu terdiam pasi
Lantas, aku bertanya pada bulan, bintang, bahkan samudra
Mereka pun bungkam tanpa pesan
Aku tak akan berhenti mencari
Sebuah kedamaian yang hakiki
Walau harus tertatih
Aku yakin akan berjumpa Illaihi Rabbi
(Diary Aida-Jakarta,02 Mei 2019)
Sekuntum Rindu Untuk Kakak
Malam ini, kalimat yang sama untuk kakak
Aku baik-baik saja
Masih bersama tudung yang kakak sanjung
Meski mahkotaku telah terkoyak
Aku tetap baik-baik saja
Tak perlu hiraukan kabar burung
Karena itu hanya burung, bukan aku
Yakinlah bahwa aku baik-baik saja
Bayangkan, aku baik-baik saja
Menatap mawar yang kakak tanam
Kakak,
Kita berdua berada di bawah langit yang sama
Menginjak bumi yang sama
Walau terpisah jutaan kilometer
Kilometer hanyalah sebuah angka
Jangan terlalu difikirkan
Kakak,
Setiap malam aku berpesan pada bintang
Bukan pada burung
Adakah ia menyampaikan pesanku?
Sebuah pesan sederhana
Memeluk kakak dalam rindu
Mendekap kakak disetiap munajatku
(Diary Aida-Jakarta, 02 Mei 2019)
Sedih banget kayaknya kak
BalasHapus