Benarkah Asuransi Syariah Melawan Takdir?


Selama ini saya seringkali mendengar pernyataan yang menyebutkan bahwa keberadaan Asuransi Syariah merupakan Asuransi biasa,  yang hanya menambahkan kata “syariah” dibelakanganya. Namun, jika teman-teman sudah membaca tulisan saya sebelumnya yang mengulik tentang kehalalan Asuransi Syariah, pastilah akan menemukan pemahaman yang berbeda. Karena disana tertulis mengenai prinsip dasar Asuransi Syariah yang bersumber pada Al-Quran. Selain pernyataan diatas, ada lagi pemahaman yang beredar di masyarakat bahwa, menggunakan Asuransi Syariah adalah salah satu bentuk melawan takdir, apakah benar demikian?

Asuransi Syariah tidaklah melawan takdir karena kita sebagai umat muslim diperintahkan untuk memperhatikan apa yang dipersiapkan untuk hari esok atau masa depan. Bisa dengan cara menabung uang dan lain sebagainya. Kendati tidak terjadi apa-apa, kita pun sudah mempersiapkan diri untuk menghadapi berbagai macam risiko di masa depan. Dengan memiliki Asuransi Syariah lah salah satu bentuk ikhtiar kita dalam mempersiapkannya. Karena Asuransi Syariah yang saat ini ada di Indonesia mengusung konsep saling tolong-menolong, saling menanggung dan bekerjasama antara satu peserta dengan peserta yang lainnya, melalui dana tabarru’.

Sehingga pada dasarnya Asuransi Syariah ini bermanfaat tidak hanya bagi diri sendiri, namun juga bagi orang lain.



Asuransi Sudah Ada Sejak Zaman Nabi

 Sales Sharia Development, Amiril Agca menceritakan “ Sejak zaman Nabi praktik asuransi sudah dikenal. Saat itu, jika ada salah satu anggota suku yang terbunuh oleh anggota suku lain, pewaris korban akan diberikan sejumlah uang darah (diyat) sebagai kompensasi oleh saudara terdekat dari pembunuh. Saudara terdekat pembunuh tersebut harus membayar uang darah atas nama pembunuh. Kesiapan untuk membayar kontribusi keuangan tersebut, sama halnya dengan premi dalam praktik asuransi. Karena itu, merupakan bentuk perlindungan finansial untuk pewaris terhadap kematian yang tidak diharapkan oleh sang korban.”

Akad dalam Asuransi Syariah

Akad adalah sebuah perjanjian tertulis yang memuat kesepakatan tertentu beserta hak dan kewajiban para pihak sesuai dengan prinsip syariah. Akad yang sesuai dengan syariah adalah akad yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, penganiayaan,  risywah (suap), barang haram dan maksiat  (Fatwa DSN No.21/DSN-MUI/X/2001).

Akad Tabarru’ pada asuransi adalah akad yang dilakukan dalam bentuh hibab dengan tujuan kebajikan dan tolong-menolong antar peserta, bukan untuk tujuan komersial. Dalam akad tabarru’ (hibah), peserta memberikan dana hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta atau peserta lain yang tertimpa musibah. Sedangkan perusahaan asuransi berperan sebagai pengelola dana hibah, atas dasar akad wakalah dari para peserta selain pengelolaan investasi.

Mengenai kontribusi yang dibayarkan oleh peserta (premi) terdiri dari dana tabarru’ (untuk kepentingan peserta) dan ujrah (fee) untuk kepentingan pengelola dalam hal ini perusahaan asuransi.

Akad Wakalah bil Ujrah untuk asuransi adalah salah satu bentuk akad wakalah dimana peserta memberikan kuasa kepada perusahaan asuransi dengan imbalan ujrah (fee), wakalah bil ujrah dapat diterapkan pada produk asuransi yang mengandung unsure tabungan maupun unsure tabarru’. Dalam akad ini perusahaan bertindak sebagai wakil (yang mendapat kuasa) untuk mengelola dana, sedangkan peserta bertindak sebagai muwakkil (pemberi kuasa) untuk mengelola dana.
Perusahaan asuransi selalu pemegang amanah wajib, menginvestasikan dana yang terkumpul dan investasi wajib dilakukan sesuai dengan syariah. Hasil investasi dana tabarru’ menjadi hal kolektif peserta dan dibukukan dalam akun tabarru’. Dari hasil investasi, perusahaan asuransi dan reasuransi syariah dapat memperoleh bagi hasil berdasarkan akad mudharabah atau memperoleh ujrah (fee) berdasarkan akad wakalah bil ujrah.

Surplus Underwriting, jika terdapat surplus atas dana tabarru’ maka boleh dilakukan beberapa alternatif sebagai berikut:

1. Diperlakukan seluruhnya sebagai dana cadangan dalam akun tabarru’.

2. Disimpan sebagai dana cadangan dan dibagikan sebagian lainnya kepada para peserta  yang memenuhi syarat aktuaria/management risiko.

3. Disimpan sebagai dana cadangan dan dapat dibagikan sebagian lainnya kepada perusahaan asuransi dan para peserta sepanjang disepakati oleh para peserta.

Namun, pilihan terhadap salah satu alternatif tersebut diatas harus disetujui terlebih dahulu oleh peserta dan dituangkan dalam akad.
Defisit Underwriting , jika terjadi defisit underwriting atas dana tabarru’, maka perusahaan asuransi wajib menanggulangi kekurangan tersebut dalam bentuk pinjaman (qardh). Pengembalian dana qardh kepada perusahaan asuransi disisihkan dari dana tabarru’.
Qardh adalah pinjaman murni dari dana milik pengelola (perusahaan asuransi) kepada dana tabarru’ dalam hal terjadi defisit underwriting, dimana dana tabarru’ tidak mencukupi untuk membayar santunan asuransi (klaim) dengan ketentuan bahwa pengembalian dana qardh kepada perusahaan asuransi disisihkan dari dana tabarru’ setelah terdapat surplus pada periode-periode underwriting berikutnya.

Dalam penjelasan tersebut  diatas, tentunya cukup mewakili bahwa keberadaan Asuransi Syariah tidaknya melawan takdir. Melainkan sebagai salah satu wujud ikhtiar sesorang untuk mempersiapkan diri dalam menghadapai risiko-risiko yang kemungkinan datang di masa depan.

#AllianzSyariahIsNow #AllianzIndonesia8 #Allianz #AllianzAsuransiSyariah #AsuransiSyariah #Asuransi #AsuransiAllianz

Komentar