Bukan Cintanya yang Terlarang, Tapi........,



"Let me go home, it's all be all right, at be home tonight, I'm coming back home". Suara khas Michael Buble dari tape mobil yang dikendarinya, berhasil mengeluarkan bulir bening disudut mata yang terlihat lelah. Kemacetan Jakarta seolah tak berpengaruh sedikit pun pada suasana hatinya yang hampir setiap hari terasa hambar ketika hendak pulang ke rumah. Perlahan-lahan Toyota Camry hitam itu membelah kemacetan yang sering terjadi di jalan Pramuka, sebuah jalan penghubung tipis yang memisahkan wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Pusat.

Selang  tiga puluh menit kemudian,  mobil pun sudah terparkir di Green Pramuka, sebuah apartemen hadiah dari Suaminya. Seorang Pria mapan dengan karir yang bagus diusianya yang masih tergolong muda, 34 tahun.

Namun, sepopuler apapun suaminya, tetap saja tidak bisa membuatnya jatuh cinta. Meskipun usia pernikahan mereka sudah mulai memasuki tahun kelima.

Laras adalah seorang presenter berita di salah satu stasiun tv swasta di bilangan Jakarta Pusat. Baginya, hanya pekerjaan ini yang bisa membuatnya nyaman untuk tetap bertahan menjalani kehidupannya sebagai seorang istri. Sampai suatu ketika dia bertemu dengan seorang pria disebuah acara seminar. Pria itu menjadi narasumber di seminar tersebut. Dialog ringan pun terjadi diantara mereka dalam sesi tanya jawab  yang membuat keduanya merasa berbeda ketika tak sengaja berkontak mata.

Reza namanya, seorang dokter spesialis bedah di salah satu rumah sakit di kawasan Jakarta pusat. Usianya sudah hampir kepala empat, namun sepertinya belum ada satu perempuan pun yang memikat hatinya. 
Baginya, cinta itu hanya membuat manusia menjadi mabuk dan lemah. Sebuah pemahaman yang begitu personal dan tertutup.

Tak bisa dipungkiri lagi, pertemuannya dengan Laras berhasil menggoyahkan pemahamannya yang sempit tentang cinta. 

Siang itu, hujan mengguyur Ibukota dengan derasnya. Laras sedang berada disebuah rumah sakit untuk menghadiri sebuah konferensi pers. Matanya tertuju pada seorang pria berwajah teduh dan berpostur tinggi, yang tak lain adalah dokter Reza. Dokter yang berada disebuah seminar waktu itu.
Dengan senyum ramah sembari mendekati Laras, dokter Reza menyapanya. Obrolan ringan terjadi diantara mereka, dan berlanjut sampai makan malam.
" Mbak Laras sudah menikah?" Tanya Reza sembari melihat cincin yang melingkar dijari manisnya.
" Sudah dok,.panggil saja aku Laras" jawabnya singkat, namun tetap terkesan manis.
" Gimana rasanya menikah? Kalau boleh tau"
Laras terdiam sejenak sembari memutar gelas yang sudah mulai habis isinya. 
" Hemmm,.. Menikah,.. Sebuah pernikahan itu bisa dikatakan sebagai komitmen yang rasanya biasa aja dok, 5 tahun sudah pernikahanku,..tapi tak ada yang berbeda dariku. Biasa saja antara sebelum maupun sesudah menikah. Mungkin yang membedakannya hanyalah kita hidup berdampingan dengan seorang laki-laki yang disebut suami. Pernikahan kami terjalin karena sebuah perjodohan antara dua keluarga.
So, ya sudah aku terima dan jalani saja prosesnya".

Mendengar pemaparan Laras dengan mimik wajah santainya, Reza pun semakin tertarik untuk berlama-lama mengobrol dengan Laras. Malam itu, keduanya sangat menikmati dan merasakan kenyamanan yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya.

****
Laras sudah selesai mandi dan menyiapkan makan malam buat Suaminya.
Seperti malam-malam sebelumnya, obrolannya bersama Fery suami nya terasa biasa saja.
Namun, berbeda halnya dengan perasaan Fery.
Baginya, pertemuan saat makan malam bersama istri tercintanya  merupakan waktu istimewa yang selalu ia nantikan setiap hari.
 Fery begitu mencintai Laras dengan segenap jiwanya, tapi satu hal kelemahannya. Dia tidak bisa menyelami perasaan istrinya. Dia hanya peduli dengan rasa cinta yang diberikannya kepada Laras. 

Malam menunjukkan pukul 2 dini hari ketika Fery terbangun dan menyadari bahwa istrinya tak berada diranjang yang sama.
Dengan mata dan langkah yang sedikit berat, dia terbangun keluar dari kamar, dia melihat istrinya yang sedang larut didepan laptop di ruang tamu. 
Dengan perlahan, Fery memeluk istrinya, mendekapnya dengan hangat sembari menciumi rambut
panjangnya yang wangi terurai.

" Malam ini kamu terlihat sangat cantik sayangku". Bisik Fery dengan suara lirih ditelinga Laras'.
Meski sedikit kaget, Laras segera menutup laptonya, dan berbalik memeluk Fery yang sudah mulai memuncak gairah cintanya. 
Namun, berbeda halnya dengan Laras. Dihati dan fikirannya sekarang hanya ada Reza, pria dewasa yang beberapa bulan terakhir menemani dan mendengarkan cerita-ceritanya dengan sangat nyaman. Hanya pelukan Reza lah yang mampu membuatnya diatas puncak kenyamanan. 
***

"Sayang, maafin mas yah,.untuk tiga hari kedepan, mas harus ke Surabaya. Ada pekerjaan yang mesti diselesaikan". Pamit Fery sembari mencium kening istrinya, jemarinya sibuk melingkarkan sebuah kalung emas dengan liontin biru berbentuk hati di leher istrinya.

" Thanks mas, take care yah ". Senyum Laras merekah sambil memegang kalung yang baru saja dipakaikan Fery.

*****
Matahari mulai menuju peraduannya, langit jingga begitu eloknya. Membuat siapa saja akan jatuh cinta saat melihat kecantikan alam sore itu. Dua insan yang sedang bersandar dibawah pohon kelapa tampak terhanyut dalam kebahagian nan syahdu. Reza dan Laras memutuskan untuk berlibur kesebuah pulau yang tidak jauh dari Jakarta. Pulau yang termasuk didalam jajaran Kepulauan Seribu itu tak banyak dikunjungi oleh orang. Hanya ada beberapa tenda yang berdiri disana. Dan pemilik salah satu tenda itu adalah Reza dan Laras. Mereka berniat untuk menghabiskan waktu tiga hari disana.

Tanpa sadar, ada sepasang mata  melihat Laras dan Reza yang sedang asyik menikmati sunset sore itu.
 Dengan mimik wajah tak percaya, laki-laki itu yang tak lain adalah sahabat Fery mencoba untuk mengambil video secara diam-diam dengan kamera smarthphone miliknya.

Berjuta pertanyaan di benaknya kala itu, benarkah itu Larasati? Istri dari sahabatnya. Tapi, siapa pria itu?

****
Laras merasakan ada yang tidak beres dengan perutnya. Beberapa minggu terakhir, dia kerap kali mengalami nyeri perut bagian kanan. Puncak nya siang itu seusai makan, Laras merasakan sakit yang begitu hebat sampai tak sadarkan diri.
Ketika sadar, dia sudah berada disebuah ruang kesehatan kantornya. Ada seorang dokter jaga yang merawatnya.
Selang 30 menit, Fery sudah berada didepan pintu dengan wajah kwatirnya, mendekat dan memeluknya dengan hangat.

"Jadi begini pak Fery, menurut pemeriksaan sementara, ada indikasi bahwa Bu Laras terkena radang usus buntu. Namun, ini baru dugaan sementara. Untuk lebih jelasnya, sebaikknya Bu Laras menjalani pemeriksaan laboratorium. Agar bisa dilakukan tindakan selanjutnya, untuk sementara, saya memberikan obat pereda nyeri". Jelas dokter Anton kepada Fery.
" Baik ,,.Terimakasih dok"

*****

" Maafin aku sayang, kamu jadi kayak gini" sesal Fery sambil terus menciumi tangan istrinya.
Laras hanya bisa diam, pipinya mulai basah dengan air mata. Entah apa yang difikirkannya.
Melihat Laras menangis, Fery semakin panik.
" Sebelah mana yang sakit sayang? Kita ke rumah sakit sekarang yah,.."
  " Mas,,,mas ,.. I'm okey, aku hanya ingin tidur".
" Tidurlah sayangku,..mas akan jagain kamu".

*****
Suhu badan Laras semakin tinggi, mual kerap kali dirasakannya. Pagi itu, Laras merasakan sakit yang teramat dibagian kanan perutnya. Fery pun tak tega melihat kondisi istrinya dengan wajah yang mulai pucat.
Mau ngebut pun tak ada guna ketika terjebak macet di kawasan Cempaka Putih yang kerap kali padat di jam-jam kerja. Ingin rasanya dia keluar dari mobil dan berlari menggendong istrinya agar segera tertangani oleh dokter.

*****
Reza segera menyelesaikan sarapannya dan beranjak menuju ruang operasi.
Pintu mulai dibuka, dan alangkah terkejutnya ketika melihat perempuan yang dicintainya telah terbaring diatas meja operasi. Pasien yang dikabarkan mengalami usus buntu yang sudah pecah adalah Larasati, sosok perempuan yang sudah menghidupkan gairah cintanya.
Dengan mata yang sedikit berkaca, dokter Reza pun segera memimpin doa sebelum melakukan tindakan operasi.

Operasi berjalan dengan lancar sesuai harapan. Laras yang masih dalam kondisi tidak sadar karena pengaruh obat bius sudah dipindahkan ke ruang perawatan.
Reza hanya bisa melihat Laras sesekali, sedikit sesak  ketika melihat Fery yang tak pernah sedetikpun melepaskan genggaman tangan Laras.
"Begitu besarkah cintanya kepada Larasati?"
sebuah dialog hati yang hanya meninggalkan rasa ngilu.

***

Laras mulai tersadar, tangannya bergerak meremas tangan Fery yang sudah terlelap.
Merasakan tangannya diremas, Fery pun terbangun dan menyungging senyum bahagia sembari bersyukur dan menciumi tangan istrinya.
" Alhamdulillah, kamu sudah sadar sayangku?"
" Aku panggil dokter sebentar yah"
Laras hanya mengangguk pelan.
Belum juga Fery beranjak dari kursinya, dokter Reza sudah menyapa dengan senyum teduhnya.
" Selamat sore, Bu Larasati dan Pak Fery, saya dokter Reza yang melakukan operasi kepada Ibu Laras ".

Alangkah terkejutnya ketika Laras melihat Reza didepan matanya. Ada sebuah kebahagian yang membuncah ketika mendengar suara berat dari pria yang dicintainya.
Sekarang ini dia merasa begitu nyaman, tapi setelah tatapannya tertuju kepada Fery, kenyamanan itu sedikit retak dengan perasaan bersalah.
Obrolan ringan pun terjadi diantara mereka bertiga.
Fery merasakan ada yang berbeda dengan istrinya, tak pernah dia melihat mata Laras yang begitu bahagia seperti saat ini.

*****

Aktivitas berjalan seperti biasanya, Laras pun sudah pulih dari luka pasca operasinya.
Hubungan Laras dan dokter Reza semakin dekat.
Namun, cinta mereka terhalang jurang yang setiap saat bisa menjerumuskan keduanya.

" Mau sampai kapan kita seperti ini Laras?" Tanya Reza dengan wajah sedikit memelas bersamaan dengan bunyi telepon masuk di handphone Laras.

" Ras, sudahlah,,,, gak usah diangkat telepon nya",  pinta Reza.

" Sorry",,,, sembari menjauh , Laras mengangkat telpon dari Suaminya.
" Sorry Rez, aku harus pulang,...love u". Laras meninggalkan Reza dengan sebuah ciuman hangat yang terasa dingin baginya.

*****
Gerimis ringan malam itu begitu indah. Laras berdiri menghadap kaca jendela untuk melihat indahnya malam yang basah oleh air hujan. Tak terasa ada bulir bening dari sudut matanya yang indah.

Seperti biasanya, Fery memeluk Laras dari belakang sembari mencium wangi rambut yang terurai.
Jemarinya mulai mengusap halus air mata istrinya sambil berbisik.
" Tolong jangan menangis lagi sayangku, mas tidak tahan jika melihat air matamu.
Malam ini, mas akan memberikan sesuatu yang akan membuatmu tidak pernah menangis lagi".
Dengan sedikit bingung, air mata Laras semakin deras membasahi pipi putihnya.
"Mas sudah tau semuanya sayangku, sudah lama mas menyimpan rasa sakit.
Tapi, mas terus bertahan karena cinta ini.
Cinta yang begitu besar untukmu sayang.
Sampai mas lupa, tak hanya mas yang merasakan rasa sakit ini.
Mungkin, mas bisa bertahan. Tapi,mas tak bisa melihatmu merasakan sakit yang sama.
Maafkan mas yang tidak bisa membuat pernikahan kita seperti impianmu."
 Tangis laras semakin pecah sembari memeluk erat suaminya.
" Malam ini, mas memberimu kebebasan untuk memilih kebahagiaanmu bersama dokter Reza."
"Mas,... Mas Fery" Laras tak bisa berkata-kata, yang terdengar hanya isak tangis yang membuncah sembari meremas punggung suaminya didalam pelukan.

*****

"Dear Larasati,

Perempuan hebat yang telah menghidupkan gairahku.
Terimakasih atas cintamu. Terimakasih untuk senyumanmu.
Terimakasih untuk kebersamaan kita.

Saat kau baca emailku, mungkin aku sudah berada di sebuah sudut Bumi Pertiwi yang membutuhkan cintaku.

Aku tersadar ketika Fery datang ke apartemenku malam itu.
Dengan tulusnya dia menanyakan tentang cintaku padamu.
Bukan soal hubungan kita yang ditanyakannya, tapi perasaan Cinta.

Malam itu, aku tersadar bahwa sesungguhnya "Cinta" itu murni dan suci jika pada tempatnya.

Dan Fery sudah memiliki Cinta itu, dia rela tersakiti untuk mempertahan cinta.
Ketika dia mengikhlaskanmu untukku, saat itu pula aku merasa menjadi seorang pecundang yang memalukan.

Tak ada Cinta yang terlarang, yang ada hanyalah kesalahan kita dalam menempatkannya.

Terimakasih Cinta


Reza"

Laras menutup laptopnya.
Dan seperti  biasanya,  Fery memeluknya dari belakang, mendekap dengan hangat sembari menciumi wangi rambut yang terurai.
Jemarinya sibuk menghapus buliran air mata yang mulai membasahi pipi putih istrinya.
Dengan lirih ia berbisik, "maafkan aku yang terlalu mencintaimu sayangku."
Dengan isak tangis yang tertahan, Laras pun membisikkan " I Love you Mas, I Love you so much".


By : @aida_dharma87














Komentar

Posting Komentar