Potret Imunisasi Dasar pada Anak Berkebutuhan Khusus, Anak Sehat Kini dan Nanti

Foto ilustrasi vaksinasi dasar lengkap pada bayi.
(Sumber foto: pro_sehat)

Dendi memang terlahir istimewa. Ia memiliki kecerdasan dibawah rata-rata. Hal ini membuatnya mengalami keterlambatan pada fungsi intelektual dan keterbatasan bersosialisasi dengan orang yang ada disekelilingnya. Kondisi yang dialami oleh Dendi, disebut sebagai disabilitas intelektual atau tunagrahita.

Secara fisik, Dendi terlihat lebih kurus dari teman sebayanya. Di usianya yang baru menginjak 9 tahun, berat badannya hanya 11,5 kilogram saja. Padahal menurut Kementerian kesehatan RI (Kemenkes), berat badan normal untuk anak usia 9 tahun berkisar antara 20 - 29 kilogram.

Menurut penuturan neneknya, Khusnul Khatimah, Dendi terlahir dengan berat badan tidak sampai 2 kilogram. Sehingga, ia tidak bisa mendapatkan #imunisasi pertamanya, yakni vaksin hepatitis B (HB-0) yang seharusnya diterima oleh bayi yang baru lahir. 

Bidan yang menangani kelahiran Dendi waktu itu, menyarankan untuk menunda pemberian vaksin HB-0 sampai bayi berusia 1 bulan dan sudah memiliki berat badan yang cukup. 

Saat Dendi berusia 2 bulan, berat badannya sudah mencukupi untuk pemberian Vaksin HB-0. Akan tetapi, ia terserang demam. Alhasil, pemberian vaksin pun tertunda lagi. Sampai akhirnya, ia baru bisa menerima imunisasi pertama saat usianya sudah menginjak 3 bulan.
Foto: Saat di depan kamera, Dendi selalu tersenyum manis.
 (Foto: Dokpri)


Vaksin HB-0 yang diberikan pertama kali pada bayi, bertujuan untuk melindungi bayi dari penyakit hepatitis B. Imunisasi ini sangat penting dan mendasar. Mengingat keganasan virus hepatitis B dalam jangka panjang bisa berisiko menyerang liver, hingga dapat menyebabkan penyakit kanker hati.

Pemberian vaksin hepatitis B ini seharusnya diberikan kepada anak sebanyak tiga kali. Yakni, saat bayi baru lahir untuk pemberian pertama, kemudian saat bayi berusia 1-2 bulan untuk pemberian kedua, selanjutnya saat anak berusia 6-18 bulan untuk pemberian dosis ketiga. (Mengutip dari website resmi hallodoc)

Berdasarkan dari ketentuan tersebut diatas, vaksinasi yang dilakukan oleh Dendi bisa dikatakan sedikit terlambat. Namun, keluarga Dendi tetap mengejar ketertinggalan tersebut. Bahkan setelah ayahnya meninggal dunia pun, ia terus berjuang bersama neneknya untuk tetap melakukan imunisasi di Puskesmas. Ya, Ayah Dendi sudah meninggal dunia saat usianya belum genap satu tahun.

Saat ini, Dendi diasuh dan tinggal bersama neneknya yang berusia 56 tahun. Menurut neneknya, Dendi sudah menerima seluruh imunisasi yang dianjurkan oleh posyandu, meski ada keterlambatan waktu. Ini terlihat dari buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) yang masih tersimpan dengan baik.

"Meski ada beberapa imunisasi yang ketinggalan, Dendi tetap saya bawa ke posyandu. Bu Bidan sangat perhatian dengan cucu saya ini. Ya, ketinggalannya karena saat jadwal imunisai, anak ini badannya panas, batuk pilek dan rewel. Jadi yah, ikut jadwal berikutnya. Tapi sudah lengkap kok ini kata Bu Bidannya," Jelas Khusnul Khatimah, Nenek Dendi.

Imunisasi Aman untuk Anak Berkebutuhan Khusus

Menjadi penyandang tunagrahita, tak lantas membuat Dendi berdiam di rumah saja. Di usianya yang baru menginjak 9 tahun, ia tetap bergerak aktif dan ceria seperti anak-anak sebayanya. Saat berada di sekolah pun, Dendi tetap bisa bermain dan melakukan kegiatan belajar mengajar di Sekolah Luar Biasa (SLB) Pelita Bangsa, Watudakon, Kesamben, Jombang.

Saat duduk dibangku kelas 2 SD, Dendi sudah menerima imunisasi campak dan tetanus. Bahkan baru-baru ini, Dendi sudah mendapatkan vaksin #covid-19.

Sejauh ini, kondisi Dendi sangat baik untuk menerima imunisasi yang dianjurkan oleh pemerintah. Meski tetap ada Kejadian Ikutan Paska Imunisasi (KIPI), yang keluhannya pun terbilang lumrah. Seperti badan panas yang dapat mereda setelah pemberian obat penurun panas.

Menurut Prof.Dr.dr Soedjatmiko, Sp,A(K) M.Si, dalam  Q&A Rabu Sehat bersama Kemenkes RI (13/04/2022)  pemberian imunisasi dasar pada anak berkebutuhan khusus diperbolehkan dan aman. 

"Anak-anak berkebutuhan khusus, baik autisme, keterbelakangan intelektual, down syndrom, cerebral palsy, tuna rungu, tuna daksa dan lain sebagainya, boleh di vaksin. Dan berhak mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Semua penggunaan vaksin apapun diperbolehkan, dengan syarat anak tersebut sedang tidak sakit dan tidak sedang meminum obat-obatan yang menurunkan kekebalan. Pada umumnya, anak berkebutuhan khusus tersebut tidak pernah diberikan obat yang menekan kekebalan tubuh. Jadi pada prinsipnya, anak-anak berkebutuhan khusus diperbolehkan untuk di vaksin apapun asalkan tidak sedang sakit, tidak sedang batuk pilek dan demam," jelas dr.Soedjatmiko.

Dr.Soedjatmiko menambahkan, anak-anak berkebutuhan khusus ini, justru harus kita prioritaskan. Karena pada dasarnya semua anak-anak yang terlahir di dunia ini, dilindungi oleh hak anak dan Undang-undang perlindungan anak. Dan kita tidak boleh melakukan diskriminasi.

Hak Anak untuk Sehat melalui Imunisasi

Setiap anak memiliki hak dasar yang sama. Salah satu diantaranya ialah hak anak untuk sehat. Melansir dari situs resmi Kemenkes RI, pemenuhan hak anak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, tercantum dalam UUD 1945.

Pada pasal 28B ayat 2 menyebutkan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Pasal 28 H ayat 1 menyebutkan, setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik, sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

Hak setiap anak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan juga didukung dalam UU No.36 tahun 2009 tentang kesehatan. Disebutkan bahwa, upaya pemeliharaan kesehatan anak dilakukan sejak dalam kandungan, bayi, balita, hingga remaja, termasuk upaya pemeliharaan kesehatan anak cacat dan anak yang memerlukan perlindungan. 
Foto ilustrasi anak sehat melalui imunisasi
(Sumber:detikcom)

Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam pemenuhan hak anak untuk sehat adalah melalui imunisasi. Karena pada dasarnya, imunisasi merupakan investasi penting bagi masa depan anak.

Mengutip dari laman resmi Kemenkes RI, Imunisasi adalah suatu proses untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan cara memasukkan vaksin, yakni virus atau bakteri yang sudah dilemahkan, dibunuh, atau bagian- bagian dari bakteri (virus) tersebut telah dimodifikasi. 

Vaksin ini dimasukkan ke tubuh melalui suntikan atau diminum (oral). Setelah vaksin dimasukkan kedalam tubuh, sistem kekebalan tubuh akan bereaksi membentuk antibodi. Reaksi ini sama seperti jika tubuh kemasukan virus atau bakteri yang sesungguhnya. 

Antibodi selanjutnya akan membentuk imunitas terhadap jenis virus atau bakteri tersebut. Sehingga tubuh memiliki antibodi yang khusus dan efektif untuk mencegah penularan pada penyakit tertentu.

Anak yang diberikan imunisasi akan lebih kebal terhadap bakteri dan virus,sehingga sulit terkena penyakit. Selain itu, anak-anak juga menjadi lebih sehat jika dibandingkan dengan mereka yang tidak diberikan imunisasi.

Pengertian sehat disini bukan hanya sebatas kesehatan secara fisik saja, akan tetapi arti sehat dalam cakupan yang lebih luas. Yakni, anak-anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, serta memperoleh potensi tertinggi dalam kehidupannya.

Jadwal Imunisasi Bayi dan Anak menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)

Berdasarkan data dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), imunisasi mampu mencegah 2-3 juta kematian pada anak setiap tahunnya. Oleh sebab itu, pemberian imunisasi pada bayi dan anak sangat penting untuk keberlangsungan hidup mereka.

Pemberian imunisasi rutin lengkap pada anak, terdiri dari imunsasi dasar dan imunisasi lanjutan. Berikut ini adalah rincian jadwal imunisasi rutin lengkap, sesuai dengan usia anak yang telah diperbarui oleh  IDAI pada 2020 lalu. Jadwal ini bertujuan untuk memudahkan orang tua dan dokter untuk mengetahui waktu pemberian imunisasi.

Imunisasi dasar terdiri dari:

1. Hepatitis B (HB-0) untuk bayi berusia kurang dari 24 jam. Bayi akan mendapatkan suntikan vitamin K terlebih dahulu sebelum menerima imunisasi pertamanya, yaitu vaksin Hb-0
2. BCG dan Polio 1 diberikan saat bayi berusia 1 bulan
3. DPT-HB-Hib 1 dan Polio 2, untuk usia 2 bulan
4. DPT-HB-Hib 2 dan Polio 3, untuk usia 3 bulan
5. DPT-Hb-Hib 3, Polio 4 dan IPV atau Polio suntik, untuk bayi usia 4 bulan
6. Campak atau MR, diberikan saat bayi berusia 9 bulan

Imunisasi lanjutan terdiri dari:

1. DPT-HB-Hib dan Campak/MR, untuk bayi dibawah dua tahun (Baduta) 18 bulan
2. DT dan Campak/MR, untuk anak kelas 1 SD/Madrasah/sederajat
3. TD, untuk anak kelas 2 dan 5 SD/Madrasah/Sederajat

Jenis-jenis vaksin tersebut diatas diperuntukkan untuk mencegah beragam penyakit seperti:

-Vaksin Hepatitis B (HB) diberikan untuk mencegah penyakit Hepatitis B yang dapat menyebabkan pengerasan hati yang berujung pada kegagalan fungsi hati dan kanker hati.

-Imunisasi BCG diberikan guna mencegah penyakit tuberkulosis.

-Imunisasi Polio tetes diberikan 4 kali pada usia 1,2,3, dan 4 bulan untuk mencegah lumpuh layu. Sedangkan untuk imunisasi Polio suntik diberikan satu kali pada bayi berusia 4 bulan agar kekebalan yang terbentuk semakin sempurna.

-Imunisasi Campak diberikan untuk mencegah penyakit campak yang dapat mengakibatkan radang paru berat (pneumonia), diare, hingga menyerang otak.

-Imunisasi MR diberikan untuk mencegah penyakit campak sekaligus rubella. Rubella pada anak merupakan penyakit ringan, namun apabila menular ke ibu hamil, terutama pada periode awal kehamilan, dapat berakibat pada keguguran atau bayi yang dilahirkan menderita cacat bawaan, seperti tuli, katarak, dan gangguan jantung bawaan.

-Vaksin DPT-HB-Hib diberikan guna mencegah 6 penyakit, yaitu Difteri, Pertusis, Tetanus, Hepatitis B, serta Pneumonia (radang paru) dan Meningitis (radang selaput otak) yang disebabkan infeksi kuman Hib.

Sumber: Website resmi idai.or.id


Cakupan Imunisasi Dasar Lengkap Saat Pandemi

Saat pandemi  memorakporandakan negeri ini, banyak aktivitas disegala aspek kehidupan yang terhambat. Bahkan terhenti. Salah satunya adalah kegiatan imunisasi dasar pada anak yang seharusnya tetap dilaksakan. Namun pada praktiknya, banyak orang tua yang takut untuk membawa anaknya ke layanan kesehatan. Sehingga banyak bayi dan anak yang terlambat mendapatkan haknya untuk imunisasi.

Seperti yang dialami oleh Yuli. Ia mengaku takut untuk membawa anaknya Khanza yang mengalami gangguan tumbuh kembang Cerebral palsy untuk melakukan imunisasi. Menurut jadwal, Khanza seharusnya mendapatkan Vaksin DPT yang keempat pada November 2021. Akan tetapi, pemberian vaksin tersebut terpaksa tertunda karena Yuli mengaku khawatir jika membawa Khanza imunisasi ke pusat kesehatan, akan rawan tertular Covid-19 yang pada waktu itu merebak di daerahnya, Mojowarno, Jombang.

Idealnya, pemberian Vaksin Difteri Pertusis Tetanus (DPT) sudah diberikan pada bayi sejak usia 18-24 bulan. Namun, apa yang dialami oleh Khanza berbeda. Yuli, Ibu Khanza mengisahkan, imunisasi yang dijalani oleh putrinya memang terbilang terlambat jika dibandingkan dengan anak seusianya. Ini dikarenakan Cerebral palsy atau kelumpuhan otak yang diderita oleh balita berusia 2,5 tahun ini.
Foto ilustrasi cerebral palsy (sumber: shutterstock)

Menurut Yuli, putrinya sering kali mengalami demam saat jadwal imunisasi. Sehingga jadwal yang telah ditentukan oleh posyandu seringkali mundur. Menunggu kondisinya sehat kembali. Ditambah lagi dengan adanya pandemi Covid-19 yang menghambat aktivitas imunisasi rutin ini. 

Hal ini dibenarkan oleh Pelaksana Tugas Direktur Pengelolaan Imunisasi Kementerian Kesehatan RI, dr.Prima Yosephine dalam acara Temu Media: Pekan Imunisasi Dunia 2022 melalui kanal YouTube resmi Kemenkes, pada Senin, 11/04/2022.

Dr.Prima menyebutkan, cakupan imunisasi di Indonesia pada 2021 sangat rendah. Tercatat hanya enam provinsi yang mampu mencapai target imunisasi sebesar 96,6 persen. Keenam provinsi tersebut yaitu Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Bengkulu, dan Banten.

Beberapa faktor yang menjadi terhambatnya imunisasi diantaranya, karena banyak fasilitas pelayanan imunisasi yang tutup selama pandemi. Selain itu, banyak orang tua yang khawatir anaknya tertular Covid-19 jika dibawa ke puskesmas atau posyandu. Kemudian ada juga penolakan dari masyarakat karena imunisasi sering dianggap haram dan bisa menyebabkan KIPI seperti, anak demam hingga rewel. Hambatan lainnya adalah kurangnya sumber daya manusia untuk memberi layanan imunisasi.

Untuk informasi selengkapnya, bisa klik video dari YouTube resmi Kemenkes RI di bawah ini:


Mengenal Pekan Imunisasi Dunia

Pekan Imunisasi Dunia, berlangsung pada pekan terakhir bulan April yaitu 24-30 April setiap tahunnya. Pekan ini guna meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya vaksinasi. Tak hanya vaksinasi Covid-19 saja, masih banyak vaksinasi yang seharusnya dilakukan sejak usia bayi hingga dewasa. 

Amat disayangkan jika terpapar suatu penyakit yang semestinya dapat dicegah melalui vaksinasi. Oleh sebab itu, Pekan Imunisasi Dunia 2022 dapat menjadi momentum untuk mengajak semua orang untuk melakukan imunisasi, serta tidak menunda jadwal.

Meski pelaksanaan imunisasi sempat terhambat selama pandemi, vaksinasi tetap bisa dikejar. Ini yang dilakukan Yuli, Ibu dari Khanza. Meski putrinya sempat terlambat mendapatkan Vaksin DPT keempatnya, bukan berarti ia tidak bisa menyusul. Khanza tetap bisa mendapatkan haknya untuk sehat, melalui imunisasi DPT keempatnya yang sempat tertunda tahun lalu.

Dendi dan Khanza merupakan potret kecil dari banyaknya anak berkebutuhan khusus yang juga berhak untuk mendapatkan kesehatan. Melalui imunisasi, anak-anak akan terlindungi dari beragam wabah penyakit yang menular. Selain itu, mereka akan memiliki kekebalan tubuh yang kuat untuk melawan berbagai ancaman penyakit.
Foto ilustrasi anak sehat dan ceria
(Sumber:bobo)


Imunisasi sudah terbukti aman untuk semua anak dan keluarga. Bahkan untuk anak berkebutuhan khusus sekalipun. Jadi, mari kita wujudkan keluarga Sehat Kini dan Nanti, bersama Kita Imunisasi.





Komentar