Jelajah Sejarah Kota Tua Bersama Vivalova dan Astra

Suasana di depan Museum Fatahillah, Kota Tua
(Foto: Aida)

Hallo semua, apa kabar nih? Semoga sehat selalu. Aamiin.

By the way, rasanya lama juga ya enggak bikin tulisan tentang traveling, kira-kira, ada satu bulanan kali yah. Pasti banyak yang nungguin nih. Ups, pede yang kebangetan..! Eh, tapi serius loh, kalau aku nulis tentang jalan-jalan gitu, pengunjung blog aku lumayan rame. Bulan kemarin aja pas aku cerita tentang traveling ke Semarang, pengunjungnya mencapai 10.. orang. Lumayan kan, daripada 100.000 viewers tapi dikunjungi sendiri blognya. Hayo, pilih mana? Hohoho, pilih yang bikin hati happy aja deh. Aiih, kok jadi ngomongin pengunjung blog sih, terus, ceritanya kapan nih? Sabar donk Kakak, di intro dulu paragraf pertama, biar enggak nervous. 

Kalau bulan lalu jalan-jalannya ke Semarang, bulan ini, aku pikniknya di Jakarta yang menyimpan sejuta pesona. Apalagi pikniknya rame-rame. Kali ini hasil kolaborasi apik antara Viva dan HappyOne, yang ngajakin para blogger wisata sejarah ke Kota Tua di wilayah Jakarta Utara dan Jakarta Barat, Provinsi DKI Jakarta. Temanya: VivaLova Happiness Race! So, dijamin seru dan bikin happy.


Ada 50 blogger yang berpartisipasi di acara ini. Puluhan blogger itu, kemudian dibagi menjadi sepuluh kelompok, masing-masing terdiri dari lima orang. Aku ada di kelompok lima. Kelompok-kelompok tersebut kemudian diminta mengenakan pakaian berbeda warna, selaras dengan tema yang diusung: Perjalanan cinta nan happy dan penuh warna. Yup, namanya perjalanan cinta, jadi tak menutup kemungkinan ada peserta yang terjerat cinlok alias cinta lokasi. Apalagi bagi mereka yang belum memiliki pasangan. Benih-benih cinta itu bisa saja tumbuh di antara warna-warni baju para blogger, mengalir lewat aliran darah, dan mengisi ruang-ruang kosong di hati. Ehem...


Selalu Happy dalam Kebersamaan
(Foto:dokpri)

Well, tinggalkan cinta barang sejenak,..eits, jangan deh, cintanya dibawa saja biar nambah warna. Okay, let's back to the story. Oya, karena acara ini berlangsung di outdoor, para peserta terlebih dahulu sudah didaftarkan di asuransi HappyOne. Biar lebih aman gitu, meskipun enggak ada yang berharap sesuatu hal yang buruk terjadi. Tapi, perlindungan itu penting, begitu juga asuransi, ibarat sedia payung sebelum hujan. Ngomong-ngomong soal hujan, oleh panitia, kami juga diberi jas hujan dan topi warna-warni. Karena, meski masuk musim hujan, wilayah Jakarta terkadang juga masih panas. Jadi, jika hujan kita pakai jas hujan, kalau panas ada topi yang melindungi kita dari terik mentari. Baik banget kan panitianya. Di sini terlihat benar kejelian panitia menyiapkan acara, termasuk membaca cuaca. Panitia benar-benar memastikan seluruh blogger terproteksi.


Warna-warni keceriaan Blogger
Di dalam Historia Cafe
(Foto: Aida)
Ngomongin tentang Asuransi HappyOne, terus terang aku baru mengenalnya. HappyOne adalah salah satu asuransi yang dikelola oleh Astra, yang sudah terdaftar dan diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sehingga, tak usah ragu untuk mengunakan Asuransi HappyOne. Selain itu, cara daftarnya sangat mudah, cukup menggerakkan jari-jari kita di atas layar smartphone, dan kita bisa memilih asuransi sesuai kebutuhan kita, keluarga, atau orang terkasih. Untuk lebih jelasnya, yuk kenalan dulu.
Kenalan Dulu Sama HappyOne
Pak Iwan
(Foto:  by Aida)

Ibu Lusi
(Foto by Aida)

Sebelum berpetualang menyusuri kawasan Kota Tua, semua peserta dikumpulkan dulu untuk mengenal lebih dalam tentang asuransi keren yang akan memproteksi kita, dan juga pengarahan terkait clue dari Happiness Race nanti. Bertempat di Historia Cafe, Pak Iwan Pranoto, Head of Communication & Event Asuransi Astra dan Ibu Lusi Liesdiani, Senior Vice President Digital Channel Asuransi Astra, menyampaikan sambutan sekaligus menjelaskan bahwa  HappyOne memiliki 4 produk yakni: 

1. Happy Me yaitu Asuransi yang melindungi diri atas risiko santunan meninggal dunia atau cacat tetap akibat kecelakaan. Preminya bisa disesuaikan sesuai dengan kebutuhan, yakni dengan kisaran premi mulai dari Rp10.000 - Rp30.000.

2. Happy Edu yaitu asuransi pendidikan untuk anak apabila tertanggung utama yaitu orang tua meninggal dunia. Nilai premi berkisar mulai Rp100.000 - Rp180.000.

3. Happy Home yaitu Asuransi untuk risiko kebakaran rumah. Nilai preminya berkisar mulai dari Rp98.000 - Rp750.000 

4. Happy Trip yaitu Asuransi perjalanan domestik dan internasional untuk individu maupun keluarga. Usia tertanggung dewasa dari 18-75 tahun untuk perjalanan domestik dan dewasa 18-70 tahun untuk perjalanan internasional. Sementara untuk anak-anak minimal 14 hari dan maksimal 18 hari. Periode pertanggungan sesuai durasi perjalanan maksimal 31 hari.

Aksesnya sangat-sangat mudah, kita tinggal kunjungi www.happyOne.id 

Happiness Race Dimulai 
Awali semua aktivitas dengan doa. Yups, happiness race juga diawali dengan doa seuai dengan keyakinan masing-masing. Semoga lancar tanpa hambatan serta selamat sampai acara usai. Aamiin.
Kelompok 5
(Foto: Dokpri)

Aku pun berkumpul bersama kelompok 5 dengan dress code baju warna biru. Biar  terlihat rukun, damai, dan sentosa gitu. Di kelompok 5, ada Mbak Fenni Bungsu, Mbak Tika Samosir, Mbak Iim, dan Mas Andik. Selama perjalanan menyusuri kawasan Kota Tua, kelompok kami ditemani seorang tour guide bernama Mas Supriyatno. Tak hanya kelompok 5 saja yang dipandu oleh Mas Yatno, ada juga kelompok 4 dan 6. Di beberapa titik yang kami kunjungi, dengan sabar Mas Yatno begitu ia biasa dipanggil, menjelaskan sejarah bangunan-bangunan di Kota Tua yang kental dengan ornamen khas Eropa.

Papan Petunjuk Lokasi
(Foto:dokpri)

Tak hanya menyusuri dan menggali sejarah Kota Tua, kami juga mendapatkan tantangan dari panitia. Tantangan dibagi dalam 4 zona warna, yakni: Biru, Magenta, Kuning, dan Hijau. Di setiap zona, kami mendapatkan challenge sesuai dengan produk HappyOne, yakni tantangan untuk mengunggah empat moment foto yang harus diupload di akun instagram. Empat moment tersebut adalah:

1. #HappyMe dengan tema foto "I found My Happiness here" yang menggambarkan kebahagiaan saat berwisata ke Kota Tua.

2. #HappyEdu dengan tema foto "Grow with Happines" yang menggambarkan keceriaan anak-anak yang berada di kawasan Kota Tua Jakarta.

3. #HappyTrip dengan tema foto "Beautiful Old City" yang menggambarkan sebuah ketertarikan berwisata di Kota Tua.

4. #HappyHome dengan tema foto "Beautiful Architecture" yang menggambarkan keindahan gedung-gedung di sekitar Kota Tua Jakarta yang menjadi daya tarik wisatawan.

Sejarah Kota Tua

Mas Atno menjelaskan kepada Kelompok 4,5,6
(Foto:dokpri)
Dalam perjalanan kami menyusuri kawasan Kota Tua, Mas Yatno menjelaskan tentang sejarah dari gedung-gedung tua yang masih terlihat berdiri kokoh dan anggun di antara bangunan-bangunan modern yang menjulang di Jakarta.

"Kawasan Kota Tua Jakarta merupakan kawasan yang terdiri dari bangunan cagar budaya yang masih kokoh berdiri sampai saat ini, mengenang awal terbentuknya Jakarta. Pada zaman lampau, gedung-gedung di Kota Tua adalah simbol kekuasaan dan kejayaan yang diperebutkan oleh banyak pemimpin besar. Lokasi dari Kota Tua sangatlah strategis, sehingga menimbulkan perebutan dari kekuasaan wilayah, yakni: Pada tahun 1526 dimulai dari dikirimnya Fatahillah untuk menyerang pelabuhan Sunda Kelapa yang saat itu masih dikuasai oleh Kerajaan Padjajaran," terang Mas Yatno bersemangat.

Selalu ramah menjawab pertanyaan
(Foto: dokpri)

"Pada tahun 1635, Kota Tua semakin cepat bertumbuh dan meluas. Kemudian pembangunan pun dimulai dengan gaya desain khas Eropa-Belanda.
Kota Tua Jakarta dulunya disebut dengan "Old Batavia" atau Batavia Lama. Wilayah Kota Tua memiliki luas 1,3 km2, oleh sebab itu Kota Tua juga pernah dijuluki sebagai "Permata Asia" dan juga "Ratu dari Timur". Wilayah ini merupakan pusat perdagangan yang sangat strategis di Asia. Sejarah mencuatnya Kota Tua diresmikan oleh Gubernur Jakarta Ali Sadikin pada tahun 1972 sebagai salah satu situs warisan budaya," tambahnya sembari memotret kebersamaan kelompok 5 di kawasan Kali Besar.

Ada Apa Saja di Kota Tua? 

Kawasan Kali Besar, HappyHome
(Foto by Aida)
Kali Besar Kota Tua 
Di kawasan Kali Besar ini, pemandangannya cantik memesona ala Eropa. Di seberang kali terlihat jelas gedung-gedung cagar budaya bergaya Eropa yang khas dengan cat warna putih. Saat ini, Kali Besar sedang menjalani revitalisasi dan penataan sungai yang terinspirasi dari Sungai Cheonggyecheon di Korea Selatan. Dengan perbaikan dan penataan yang kini dilakukan, diharapkan makin menarik minat wisatawan untuk datang ke Kota Tua selain Museum Fatahillah.
Trotoar di Kawasan Kali Besar
(Foto:dokpri)

Aliran Kali Besar terlihat ditutupi seng setinggi 2 meter. Kami beserta rombongan kelompok dapat masuk proyek revitalisasi kali besar dengan dua cara.

Pertama, masuk dari pintu gerbang proyek di Jalan Kali Besar Barat. Kedua, berjalan kaki dari sisi selatan masuk ke pintu kecil yang dikhususkan bagi pejalan kaki. Trotoar di kawasan tersebut menggunakan paving block. Di bagian tengah, terdapat jembatan dengan lebar kurang lebih 10 meter yang menghubungkan sisi timur dan barat. Terdapat hiasan patung di kedua sisinya. Selain itu, desain baru Kali Besar ini ramah bagi penyandang disabilitas. Tampak guiding block dan akses kursi roda ke atas jembatan.

Kelompok 5 selalu Happy
(Foto by Mas Atno)

Di salah satu sisi kali, terdapat sebuah anjungan yang dapat digunakan pengujung untuk menikmati pemandangan Kota Tua. Ada juga Taman Apung yang nantinya bisa menjadi tempat bagi warga menikmati Kali Besar yang sudah dijernihkan sembari memandang lanskap gedung-gedung tua yang ada di sekelilingnya. 

Museum Fatahillah 

Kelompok 5 Beraksi dengan latar belakang bangunan Kota Tua

Usai menikmati keindahan dan juga foto bersama di kawasan Kali Besar, rombongan kami pun menuju titik berikutnya, yakni Museum Fatahillah. Museum satu ini sangat populer di kalangan para wisatawan yang berkunjung ke Kota Tua. Pada masa penjajahan Belanda, gedung ini difungsikan sebagai balai kota yang pada waktu itu dikenal dengan nama Stadhius. Selain balai kota, pernah juga difungsikan sebagai pengadilan, kantor catatan sipil, tempat ibadah Minggu, dan tempat Dewan Kotapraja.

Happy Edu, momen keceriaan anak-anak di Kota Tua
(Foto by Aida)

HappyEdu, Keceriaan Pelajar
(Foto by Aida)

Di depan halaman museum Fatahillah, saat itu terlihat sangat ramai pengunjung. Maklum, waktu itu hari Sabtu. Banyak juga rombongan pelajar yang sedang berwisata sejarah di Kota Tua, selain kami tentunya. Tampak juga beberapa anak kecil sedang berlarian sembari menerbangkan layang-layang berwarna-warni. Aku pun tak segan-segan untuk mengabadikan moment ini untuk melengkapi foto challenge dengan Moment Happy Edu. 

Meriam Si Jagur

Meriam Si Jagur
(Foto by Aida)

Bagi pengunjung Kota Tua, keberadaan meriam si Jagur tidak asing lagi. Sebuah meriam peninggalan Portugis ini memiliki berat 3,5 ton dengan panjang 3,85 meter dan diameter 25 sentimeter. Meriam si Jagur terpajang di salah satu halaman Museum Fatahillah. Konon, meriam ini memiliki kekuatan mistis. Pada zaman dahulu meriam ini banyak dikunjungi peziarah, terutam perempuan yang berharap diberikan kesuburan. Tetapi ada juga peziarah laki-laki yang merasa dirinya mandul. 

Hal tersebut lantaran di pangkal meriam terdapat kepalan seperti kepalan tangan kanan dengan jempol dijepit oleh jari telunjuk dan jari tengah. Selain itu dibagian punggung meriam ini terdapat tulisan latin "Ex Me Ipsa Renata Sum" yang kurang lebih berarti: "Dari diriku sendiri, aku dilahirkan lagi".

Berbagai sumber yang aku kutip menyebut, Meriam si Jagur dibuat oleh Arsitek MT Baccaro di Macao, yang kemudian oleh Portugis dibawa ke Melaka. Ketika Melaka jatuh ke tangan VOC tahun 1941, meriam si Jagur pun menjadi milik Belanda dan dibawa ke Batavia. Konon, Meriam Si Jagur memiliki kembaran, yaitu Meriam Amuk milik Kesultanan Banten yang saat ini masih berada di halaman Masjid Agung Banten.

Memecahkan Beberapa Clue 

Matahari kian terang memancarkan sinarnya. Peluh pun sudah berhasil membasahi baju kami. Tak ada kata lelah bagi kelompok 5 untuk memecahkan berbagai clue yang diberikan panitia. Di kawasan gedung BNI Kota Tua, kami mendapatkan sebuah amplop berisi uang Rp100.000 dan juga secarik kertas bertuliskan bahasa inggris yang intinya, kita harus menemukan sebuah lokasi bermodal uang transport tersebut. Memanfaatkan Google Maps, kami mencoba mendeteksi lokasi challenge, yakni Vihara Dharma Bhakti. Well, seketika itu kami langsung memutuskan memilih transportasi online, untuk mengantarkan kami ke vihara yang terletak di Jalan Kemenangan III, Petak Sembilan, Glodok, Jakarta Barat

Perjalanan Menuju Vihara Dharma Bhakti
(Foto:dokpri)

Vihara Dharma Bhakti 

Suasan di depan Vihara Dharma Bakti
(Foto:dokpri)

Selang beberapa menit, akhirnya kelompok kami berhasil menemukan lokasi challenge. Itu pun setelah adegan drama tersesat ke vihara yang berbeda, dan mengharuskan kami mengambil langkah seribu untuk mengejar waktu agar segera sampai di Vihara Dharma Bhakti. Di sini, kami ditemani Mbak Evi sebagai tour guide. Mbak Evi mulai menceritakan history Vihara Dharma Bakti yang juga dikenal dengan nama Kim Tek Le, sebuah klenteng tertua di Jakarta.

Foto Bersama di dalam klenteng
(foto:dokpri)

Klenteng ini dibangun pada 1650 dan dinamakan Kwan Im Teng. Kata Kwan Im Teng kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi klenteng. Klenteng yang bercorak Buddhis-Taois ini didirikan oleh Kwee Hoen pada tahun 1965. Mbak Evi juga menjelaskan tata krama yang ada di dalam klenteng. Kami diharapkan agar tidak membuat gaduh ataupun tidak mengambil foto ketika ada orang yang sedang beribadah. 

Es Kopi Tak Kie
Usai berkeliling Vihara Dharma Bakti, kelompok 5 diberikan beberapa pertanyaan terkait sejarah vihara yang dijelaskan oleh tour guide. Kelompok kami pun berhasil menjawab semua pertanyaan dan mendapatkan hadiah satu kotak kue dan juga air mineral yang tak perlu menunggu waktu lama untuk menyantapnya.


HappyMe, Selfie dulu bareng Kopi Legenda
(Foto: dokpri)
Perut sudah terisi, semangat kami pun semakin berapi untuk melanjutkan teka-teki berikutnya, yakni menuju sebuah kedai kopi legendaris yang sudah berdiri sejak tahun 1927: Es Kopi Tak Kie. Sebagai pecinta kopi, aku pun sangat antusias ingin segera meneguk es kopi yang konon menjadi salah satu kedai kopi jadul yang tidak akan bisa ditemukan di coffe shop manapun, dan wajib dikunjungi traveler.

Kedai Kopi Tak Kie yang sudah berusia 85 tahun ini berada di Jalan Gajah Mada, Kawasan Pancoran. Kedai tersebut berada di dalam sebuah gang sempit bernama Gang Gloria yang saat ini sudah berganti nama menjadi Jalan Pintu Besar Selatan III, Glodok.

Nama Tak Kie sendiri berasal dari kata "Tak" yang artinya orang yang bijaksana, sederhana, dan tidak macam-macam. Sementara kata "Kie" berarti mudah diingat orang. Pemberian nama ini selanjutnya bisa diartikan kedai kopi sederhana yang menyimpan kebijaksanaan dan mudah diingat orang, demikian mengutip laman Kopi Es Tak Kie.

Rujak Shanghai Encim-Pancoran  

Rujak Shanghai Encim
(Foto:Dokpri)

Ketika dahaga sudah mulai diatasi Es Kopi Tak Kie, kini waktunya kelompok 5 mengisi lambung dengan kuliner unik yang sebelumnya hanya bisa kulihat di depan layar kaca. Tada,.... Rujak Shanghai Encim. 

Penganan unik ini tidak berisi buah-buahan seperti rujak pada umumnya. Melainkan berisi campuran yang terdiri dari kangkung, ubur-ubur, juhi (cumi besar), lobak, dan timun. Semua bahan tersebut direbus kecuali lobak dan timun, kemudian dipotong-potong dan diletakkan di atas piring.

Setelah semuanya siap, selanjutnya ditambahkan kecap asin, bawang putih halus yang sudah dicampur air dan saos tomat serta saos sambal. Kemudian, disiram dengan saos merah yang kental. Terakhir ditaburi dengan bumbu kacang tanah bubuk sebagai pelengkap.

Makin Happy abis makan Rujak Shanghai
(Foto:dokpri)

Sebelum menyantap Rujak Shanghai, sebaiknya diaduk dahulu agar tercampur rata. Soal rasa, bisa dibilang sangat unik sekali. Perpaduan dari ras asam, pedas, dan legit menimbulkan sensasi berbeda yang berhasil memberi kekayaan rasa baru pada lidahku. Bicara kuliner, bicara budaya. Lewat kuliner, kita bisa mengenal budaya suatu bangsa. Dan Indonesia, adalah surganya kuliner. Sebelum bergegas melanjutkan perjalanan, aku menyempatkan diri menanyakan harga Rujak Shanghai yang melimpah ubur-ubur dan juhinya tersebut. Ternyata, untuk satu porsi Rujak Shanghai dibanderol dengan harga Rp40.000. Sepadan dengan porsinya yang banyak dan mengenyangkan.

Pantjoran Tea House 

Pantjoran Tea House
(Foto: dokpri)

Petualangan kami pun berlanjut untuk menuju clue berikutnya. Lokasi yang akan kami tuju sebenarnya tidaklah jauh dari lokasi sebelumnya. Entah karena terlalu terpesona dengan kekhasan Rujak Shanghai, kelompok kami pun kembali nyasar ke belahan dunia yang berbeda alias jauh, lecet pala berbie,...ups,,salah yah, lecet kaki barbie! Hmm, jalan pun sudah tak imbang lagi jadinya. But, sekalipun tersesat kembali, perjuangan kami akhirnya membuahkan hasil dan menemukan Pantjoran Tea House. Lelah dan panas, coba kami hilangan dengan menikmati seduhan hangat teh alami yang legendaris. 

Minum Teh Gratis
(Foto:dokpri)

Pantjoran Tea House adalah sebuah kedai teh bernuansa Tiongkok yang kuat. Bangunan yang berdiri di Jalan Pancoran Raya nomor 4-6 ini sebelumnya adalah sebuah toko obat bernama Apotheek Chung Hwa. Kemudian berganti nama menjadi tempat minum teh yang menyediakan teh secara gratis mulai dari pukul 10 pagi hingga pukul 6 sore.

Usai bersantai menikmati teh hangat, dengan menumpang angkutan umum aku bersama kelompok 5 kembali menuju lokasi akhir yang tak lain adalah tempat meeting point: Historia Cafe Kota Tua.

Alhamdulillah, sampai Finish dengan Happy
(Foto:dokpri)

Alhamdulillah, finally, kita sampai di titik finish dengan selamat tanpa kurang satu apapun. Setelah sentuh garis finis, acara belum berakhir, dilanjutkan usai istirahat makan siang dan sholat dzuhur.

Challenge Membuat Bir Pletok  

 Memasak Bir Pletok
(Foto:dokpri)

Makan dan salat sudah, lalu apa tantangan berikutnya? Tantangan berikutnya adalah membuat minuman tradisional yang memiliki cerita tersendiri. Ya, inilah Bir Pletok. Dua orang chef yang hadir, memberikan tutorial membuat minuman penghangat badan ini. Dalam kesempatan yang sama, chef juga menjelaskan asal-asul dari Bir Pletok. 

"Bir Pletok sebenarnya adalah minuman penghangat. Jadi pada zaman dahulu, orang Betawi melihat orang-orang Belanda minum bir sebagai penghangat badan. Namun, minuman beralkohol dilarang untuk diminum masyarakat Betawi yang notabene mayoritas beragama Islam. Sehingga masyarakat membuat alternatif lain, yakni membuat minuman penghangat badan menggunakan bahan dasar jahe merah. Kemudian minuman tersebut dimasukkan ke dalam bambu panjang dan pakai batu es. Lalu pas dikocok bunyinya 'Pletok-pletok', jadi disebutlah Bir Pletok," Jelas chef.

Aneka bahan membuat Bir Pletok

Cara membuat Bir Pletok tergolong mudah, karena semua bahan-bahannya sudah disediakan dan mudah didapat. Cukup dengan memasukkan berbagai macam rempah asli Indonesia ke dalam air mendidih. Rempah-rempah tersebut terdiri dari: Jahe, daun pandan, kapulaga, cengkeh, kayu manis, pala, daun jeruk,dan kayu secang sebagai pewarna merah alami. Jangan lupa tambahkan gula sesuai selera.  

Dalam challenge ini, setiap kelompok mengirimkan dua orang sebagai perwakilan. Dan kelompok 5, diwakili Mbak Tika dan Aida, alias aku sendiri. Hehehe. Minuman yang akan kami racik adalah modifikasi Bir Pletok yang nantinya akan menjadi Coctail Bir Pletok dengan warna yang berbeda. 


Hasil Akhir yang berbeda
(Foto:dokpri)

Jika pada zaman old mengocok Bir Pletok menggunakan bambu, zaman now  ngocoknya pakai shaker dari bahan aluminium. Nah, sebelum di-shake, Bir Pletok dikucuri dulu dengan perasan air lemon dan air jeruk nipis, setelah itu baru deh di-shake cantik. Bim salabim prok prok prok, jadi apa yah?  
Voila, warnanya berubah loh. Padahal awalnya Bir Pletok berwarna merah cerah, setelah di-shake dengan ditambahkan perasan lemon dan jeruk nipis, warnanya berubah menjadi kuning bening. Wow banget kan, tinggal plating di gelas dengan tambahan biji selasih dan jelly. Tak lupa sebagai garnish aku tambahkan strawberry dan juga potongan lemon. Hemm, perfecto. Segar sekali rasanya. Sekali tenggak langsung habis. Ups..., hihihi haus buk?



Coctail Bir Pletok
(foto by Aida)
Dengan berakhirnya challenge membuat Bir Pletok, berakhir pula perjalanan Happiness Race hari ini. Meskipun kelompok 5 belum berhasil menang, kami tetap happy dari awal sampai akhir perjalanan. Apalagi nomorku keluar mendapatkan lucky draw. Alhamdulillah. Sempat tak percaya kalau aku dapat hadiah, sampai dua kali melihat nomor 5 yang kupegang. Aku pun maju kedepan dengan senyum mengembang bahagia.

Sebuah pengalaman yang tak akan pernah aku lupakan. Perjalanan yang begitu menyenangkan. Banyak hal baru yang aku dapatkan dari event ini. Akhir cerita, aku mengucapkan banyak terima kasih untuk viva.co.id dan happyOne.Id atas kebersamaan dan pengalaman yang luar biasa ini. Ditunggu event-event berikutnya yah. Salam Happy and Healthy.





Komentar